Sunday, October 11, 2015

KPK Dilikuidasi, Kasus BLBI Raib

Jakarta – Apabila rencana  revisi Undang –undang Komisi  Pemberantasan Korupsi (UU  KPK) diterima dan kemudian  disahkan, dan umur komisi anti  rasuah hanya 12 tahun, maka  kasus kakap, seperti kasus Bantuan  Likuiditas Bank Indonesia  (BLBI) atau pun kasus Bank  Century, akan menguap.

Kasus besar itu akan menjadi  fosil sejarah, tanpa pernah  dituntaskan. Semua akan ditaruh  d ilaci meja. Dan, yang  bersorak sorai adalah para  pengemplang BLBI, serta para  penikmat duit korupsi. Karena  itu, publik anti korupsi, harus  rapatkan barisan. Markas pemberantas  korupsi di Rasuna  Said harus tetap ada, bahkan  mesti kian kuat posisinya. “Kalau umur cuma 12 tahun,  kasus-tahun besar seperti Century,  BLBI malah bisa menguap  dan habis nanti,” kata Bambang  Widodo Umar, dosen Universitas  Indonesia yang dikenal juga  sebagai pengamat ini.

Bambang yang berbicara  sebagai narasumber diskusi “Jangan  Bunuh KPK”, yang digelar  di Kantor Indonesian Corruption  Watch (ICW), di Kalibata,  Jakarta Selatan, Minggu  (11/10),  berpendapat, ukuran 12 tahun  itu, juga tidak jelas dari mana  asal atau dasar perhitungannya.

Namun yang pasti, serangan  ke KPK kian kencang. Lebih  kencang dari kasus Cicak vs  Buaya jilid I. Kini, yang diserang  tak lagi personal di KPK,  tapi sudah menyerang struktur  dan keberadaan komisi anti korupsi itu sendiri.  “Kalau dulu orangnya yang diserang,  sekarang strukturnya yang diserang,”  katanya.

Dalam paparannya, Bambang  Widodo Umar mengkritik  keras, tentang klausul yang  masuk dalam draf revisi UU  KPK, seperti aturan kasus diatas  50 miliar. Di mata Bambang  Widodo, aturan aturan  di atas 50 miliar atau umur 12  tahun, bukan hanya memperlemah  KPK tapi juga mematikan  komisi anti korupsi. Komisi  pemberantas tengah coba  dibunuh secara sistematis. “Dan itu bisa mengganggu  perjalanan pembangunan nasional  Indonesia,” katanya.

Sementara pembicara lain,  Betty Alisjahbana mengatakan,  kalau memang ada masalah,  misalnya penyalahgunaan wewenang  penyadapan, tinggal  dilakukan  diaudit saja.

Adanya  KPK, sebenarnya kata Betty, salah  satu alasannya karena belum  efektifnya kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas  korupsi.  Harus diakui, KPK sekarang  adalah lembaga penegak hukum yang menempati posisi  tertinggi untuk kepercayaan  publik. “Kedepannya KPK diharapkan  bisa memberdayakan  peran kepolisian dan kejaksaan,”  ujarnya.

Sikap Presiden 

Sedangkan pengamat sosial,  Benny Susetyo langsung menyentil  Presiden Jokowi. Kata  dia, Jokowi dipilih karena dianggap  punya moralitas  publik.

Maka, dalam situasi sekarang  ini, publik sangat menunggu  sikap tegas dari sang kepala  negara. Jokowi, sebagai panglima  tertinggi di negeri ini,  mesti segera bersikap. “Maka  segeralah mengambil tindakan yang tegas bahwa pemerintah  tidak mau ada revisi UU KPK,”  katanya.

Benny Susetyo pun meminta  Presiden harus segera  mengambil tindakan, mengakhiri  kegaduhan yang tak perlu  ini. Polemik revisi UU KPK,  akan selesai, bila Istana menyatakan  dengan tegas menolak  itu. Dan, Presiden yang mesti  bersuara, bukan yang lain yang  mengatasnamakannya. “Dan revisi itu ditarik kembali,  maka masalah ini selesai.

Mana janji kampanye Jokowi  dalam nawacita, yang katanya  akan menjaga KPK dan  akan memberi anggaran 10  kali lipat? Kami menagih itu,”  ujarnya.

www.koran-jakarta.com