JAKARTA – Penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) diduga dilakukan dengan cara yang canggih. Modus canggih ini dilakukan para koruptor dalam kasus BLBI untuk megambil aset negara. Untuk itu, masalah tersebut harus diantisipasi penegak hukum.
Penegasan tersebut dikemukakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, dalam seminar bertajuk "Perlindungan dan Pengembalian Aset Negara yang Diambil secara Melawan Hukum" di Jakarta, Kamis (9/5). Lebih lanjut, Samad mengatakan saat ini praktik-praktik korupsi yang terjadi di Indonesia sudah semakin canggih. Contoh yang paling kasat mata terlihat pada kasus penerbitan SKL beberapa obligor BLBI.
"Jadi, korupsi ini sebenarnya mengalami evolusi. Praktik tata cara orang melakukan korup yang dulu sederhana melalui pungli dan manipulasi sekarang semakin canggih. Kecanggihan ini pun harus diantisipasi penegak hukum," ujar Samad.
Dijelaskan, kecanggihan modus yang dilakukan para koruptor dalam kasus BLBI adalah untuk mengambil aset negara. Ketika sebuah perusahan dinyatakan sudah tidak mampu lagi, lanjut Abraham, perusahaan diberi kewajiban menyerahkan aset kepada negara.
"Tapi apa yang dilakukan perusahaan? Mereka menyerahkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan asetnya dilelang dengan harga yang tidak semestinya. Perusahaan itu kemudian membeli lagi melalui perusahaannya di luar negeri sehingga aset itu kembai lagi jatuh kepada para konglomerat itu," tegas Samad.
Karena itu, pada masa kepemimpinan Abraham Samad, KPK fokus melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi dalam penerbitan SKL BLBI. Sejumlah mantan pejabat yang mengetahui SKL telah dimintai keterangan oleh penyidik KPK. Terakhir, KPK meminta keterangan mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Kabinet Gotong Royong 2001– 2004, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.
Sebelumnya, KPK juga telah meminta keterangan mantan Menteri Koordinator Perekonomian Kwik Kian Gie (menko perekonomian periode 1999–2000), Rizal Ramli (menko perekonomian periode 2000–2001), dan Bambang Subianto (menteri keuangan periode 1998–1999), juga Achiran Pandu Djajanto, mantan Kabiro Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan Sasmito Hadinegoro, Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI).
Rencananya, setelah selesai memintai keterangan pejabat yang mengetahui tentang SKL BLBI, KPK akan memeriksa para obligor penerima SKL untuk menelusuri sejauh mana kasus ini masuk ranah pidana korupsi.idr/AR-3
koran-jakarta.com
No comments:
Post a Comment