JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta memprioritaskan penuntasan kasus pembebasan pajak PT Bank Central Asia (BCA) dengan tersangka mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo. KPK juga harus segera menindak peran manajemen atau pemilik BCA yang diduga sebagai pelaku aktif yang menyuap pejabat negara dalam perkara yang merugikan negara 375 miliar rupiah itu.
Selain itu, pengungkapan kasus pajak BCA akan mengembalikan kepercayaan pembayaran pajak untuk memenuhi kewajibannya. Sebab, realisasi pendapatan pajak sampai semester I-2014 masih rendah, yakni baru mencapai 43,29 persen dari target 1.246,11 triliun rupiah yang ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2014 (lihat infografis).
“Kasus pembebasan pajak BCA dengan tersangka Hadi Poernomo merupakan kasus serius karena ternyata seorang dirjen Pajak bisa dibeli, dan pembelinya adalah BCA, yang kita tahu masih punya masalah terkait BLBI yang memberatkan pengeluaran negara,” kata Koordinator Forum Pajak Berkeadilan, Ah Maftuch, di Jakarta, Senin (11/8).
Maftuch menambahkan KPK menjadi satu-satunya tumpuan publik pada kasus penggelapan pajak sebagai pendapatan negara. “Pengungkapan kasus pajak BCA ini juga akan menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membereskan megaskandal BLBI. Jika ini terungkap, maka beban utang BLBI tidak akan menjadi tanggung jawab generasi mendatang,” katanya.
Sejauh ini, setelah menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus pembebasan pajak BCA, KPK belum memeriksa mantan ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu. KPK baru mengumpulkan keterangan dari sejumlah saksi, salah satunya mantan Dirjen Pajak, Darmin Nasution, kemarin.
Setelah dimintai keterangan, Darmin mengaku tidak mengetahui kasus pembebasan pajak BCA. “Apa yang disebutkan pada kasus itu saya belum berada di lingkungan Ditjen Pajak, dan kemudian ada follow up dari Irjen, saya juga nggak tahu karena saya kan sudah tidak di Pajak lagi waktu itu,” akunya.
Darmin menjabat dirjen Pajak sejak April 2006 sampai dengan Juli 2009. Dia menggantikan Hadi Poernomo yang menjabat dirjen Pajak pada Februari 2001 sampai dengan April 2006.
Pengemplang BLBI
Menurut Maftuch, BCA merupakan bank terbesar yang mengemplang BLBI. Kewajibannya pada negara belum tuntas karena masih ada utang pokok yang belum dibayar. Namun, setiap tahun BCA masih terus menerima subsidi bunga obligasi rekap dari negara. “Jadi, negara sudah dirugikan besar, tapi tidak mau membayar pajak,” katanya.
Lagi pula, imbuh Maftuch, BCA sebenarnya tidak pantas mengajukan keberatan membayar pajak sebesar 375 miliar rupiah atas transaksi kredit macet atau non perfoming loans senilai 5,7 triliun rupiah. Pasalnya, kondisi keuangan BCA setelah dijual ke publik pada 2001 sampai sekarang sudah sehat.
Maftuch menegaskan kejahatan perbankan yang dilakukan BCA sangat sistemik, dan hal itu bisa berlanjut sekian lama karena sistem kroni. “Kroni swasta selalu terhindar dari penegakan hukum karena selalu dilindungi pejabat tinggi,” jelasnya.
Maftuch menilai kalau BCA tidak dijual murah yang diduga kepada pemilik lama yang menjebol banknya sendiri, negara tidak akan rugi. “Bayangkan, utang sudah dihapus, namun aset masih bisa dimiliki oleh BCA, tapi rakyat yang membayar pajak masih menanggung utang itu dengan memberikan subsidi bunga obligasi rekap eks BLBI. Ini sangat tidak adil, dan sistem ini harus dihentikan segera bila mau terhindar dari bencana.” YK/fdl/AR-2
www.koran-jakarta.com
No comments:
Post a Comment