Saturday, November 29, 2014

Surya Paloh Akui di Balik Impor Minyak Angola, Diragukan Hemat 25%

FASTNEWS, Jakarta (7/11) - Penandatanganan Perjanjian PT Pertamina (Persero) - Sonangol EP kurang dari 7 hari Kabinet Kerja, 31 Oktober adalah suatu keajaiban mengingat proses kerjasama biasanya perlu waktu lama negosiasinya. Belum lagi, nama Sonangol mungkin tak akrab di sebagian besar publik ditambah kepastian tidak dibubarkannya Petral. Ternyata, nama Bos Media Group, Surya Paloh ada di balik impor minyak Angola tersebut.

Pendiri Partai Nasdem ini tak menampik soal peran masuknya Angola dalam sistem perdagangan BBM di Indonesia. Ia mengakui menyarankan Presiden Jokowi agar Pertamina bekerjasama dengan Sonangol. "Tapi saran kecil saja," ujar Surya kepada KONTAN di Kantor Partai Nasdem, Jakarta, dengan nada merendah. Surya menyatakan saran itu bertujuan membantu pemerintah baru agar bisa menghemat dari impor minyak dan bahan bakar minyak (BBM).

Maklum, selama ini Pertamina mengimpor minyak melalui pihak ketiga atau trader alias tidak membeli minyak langsung ke produsennya. Akibatnya, kata pemilik Media Group ini, impor minyak jadi mahal dan memberatkan negara. Nah, ia yakin, jika Indonesia membeli langsung ke produsen, biaya impor bisa ditekan. "Seperti yang dilaksanakan dengan Sonangol, itu baik," kata Surya. Namun, kendati melibatkan PT Surya Energi Raya, perusahaan minyak miliknya, dalam mempertemukan Pertamina dan Sonangol, Surya Paloh membantah dirinya memiliki kepentingan bisnis dalam impor minyak Angola. "Saya hanya memperkenalkan mereka. Setelah itu tak ada hubungan lagi," tandasnya. Sebagai catatan, Grup Sonangol adalah kongsi lama Surya Paloh.

Tahun 2009, Surya Energi mendapat pinjaman modal dari China Sonangol International Holding Ltd. Anak usaha Sonangol EP tersebut menyuntikkan dana US$ 200 juta ke Surya Energi untuk menggarap Blok Cepu. Asal tahu saja, Surya Energi adalah pemilik 75% saham PT Asri Darma Sejahtera. Sementara 25% saham perusahaan ini dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Asri Darma inilah yang mendekap 4,5% saham blok minyak jumbo di Cepu. Direktur Utama Surya Energi, Reri Murdijat menyatakan, Surya Energi memang terlibat memfasilitasi kerjasama Pertamina dengan Sonangol. Namun, "Kami tidak memiliki hubungan apapun dalam kerjasama antara Pertamina dengan Sonangol," tandas dia. Dia menyatakan, kerjasama Surya Energi dengan Grup Sonangol sebatas pada pendanaan proyek Blok Cepu tahun 2009 yang senilai US$ 200 juta itu. "Saya enggak bisa ngomong lebih detail," jelas dia. Bisnis minyak memang menggiurkan. Mudah-mudahan saja deal bisnis ini tak melahirkan trader baru.

Sementara itu, pengamat dari Energy Watch Mamit Setiawan heran, proses penjajakan perjanjian berlangsung begitu cepat. Ia menuturkan belum pernah mendengar kajian pemerintah terkait impor BBM dari Angola. Mamit khawatir, perjanjian ini telah direncanakan cukup lama oleh mereka yang mengincar keuntungan tertentu. “Jangan sampai istilah kejar setoran terjadi,” katanya.

Untuk membuktikan mafia migas tidak berperan dalam perjanjian ini, Mamit berkata, pemerintah harus transparan soal harga beli dan jenis minyak yang diimpor, termasuk biaya pengapalannya. Dengan membuka data tersebut ke publik, masyarakat bisa turut menghitung penghematan anggaran yang bisa dilakukan pemerintah.

Sedangkan Pengamat kebijakan energi, Sofyano Zakaria, meminta Presiden Joko Widodo mengkaji lebih jauh rencana kerjasama pembelian minyak dari Sonangol EP milik perusahaan asal Portugal di Republik Angola, Afrika. Sofyano meragukan dengan membeli minyak asal Anggola itu akan menghemat pengeluaran negara sebesar 25 persen.

"Selain itu, perlu juga diteliti oleh pemerintah, apakah Sonangol EP menguasai 100 persen hasil minyak yang dihasilkannya. Sebab, berdasarkan data Energy Intelegence Research, yang mereka lansir pada tahun 2011, Chevron dan Exxon turut terlibat dalam pengelolaan migas di Angola yang bekerjasama dengan Sonangol EP, National Oil Company of Angola," ungkap Sofyano kepada pers di Jakarta.

China Connection? Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad H Wibowo, merasa terkejut atas penandatangan kerja sama PT Pertamina dengan Sonangol. Menurutnya, ladang minyak di Angola sudah menjadi jatah China. Lantas ia terkejut, ketika Menteri ESDM Sudirman Said tiba-tiba menyebutkan akan mencari minyak murah dari Angola.  "Saya langsung berpikir, siapa yg menjadi China connection pemerintahan Jokowi?" kata Dradjad .

Kekagetan Dradjad ini terkonfirmasi dengan MoU yang diteken PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan China International Fund (CIF). Kesepakatan menandatangani nota kesepahaman ini bersamaan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, pada Senin lalu (3/11). "MoU ini penuh kerahasiaan," tambah Dradjad.

Dradjad pun mengungkapkan, ada tokoh bisnis yang sangat kuat tapi dikenal kontroversial oleh Barat, yaitu Sam Pa. Sam Pa dianggap media-media Barat sebagai pemilik CIF. Di Angola, tangannya melalui China Sonangol. Dan Sam Pa ini memiliki koneksi sangat kuat dengan para kepala negara di Afrika dan Amerika Latin.

"Tidak mungkin CIF bisa cepat meneken MoU jika tidak ada koneksi sebelumnya. Sam Pa ini juga dekat dengan Presiden Xi Jinping dari China. Jadi, siapa China connection di pemerintahan Jokowi?" kata Dradjad penuh tanya.

Dradjad menambahkan, Grup CIF ini kadang-kadang disebut The 88 Queensway Group. Penamanaan ini karena lokasi kantor pusatnya di 88 Queensway, Hongkong.

Di sektor properti Indonesia, China Sonangol Land telah mengakuisisi EX Plaza Indonesia, Thamrin, Jakarta Pusat, untuk dikonversi menjadi pengembangan multifungsi EX Building yang mencakup perkantoran, ruang ritel, kondominium, dan service apartment dengan penganggaran sekitar Rp 6 triliun


Selain mengakuisisi EX Plaza, China Sonangol Land juga bermitra dengan Sampoerna Group. Keduanya sepakat akan membangun dua menara baru Sampoerna Strategic Square di Jl Jendral Sudirman, dengan kapasitas area sewa seluas 234.000 meter persegi. Kedua gedung ini berdiri di atas lahan seluas 34.735 meter persegi.

berita ini dimuat di FastNews dan Majalah Tempo edisi cetak


No comments:

Post a Comment