Thursday, March 28, 2013

Harga Pangan I Mentan Menduga Ada Etika Bisnis yang Dilanggar

PELAKU KARTEL SULIT DIJERAT 

JAKARTA - Upaya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membongkar pelaku kartel komoditas pangan harus didukung. Pasalnya, tindakan pelaku kartel menguasai pasar terbukti mengganggu ketahanan pangan di Tanah Air. Sayangnya, kewenangan KPPU untuk menindak pelaku kartel masih lemah. 

"Kami mendukung KPPU untuk terus membongkar kartel pangan. Dari berbagai indikasi, tentu KPPU sudah bisa menganalisanya. Kita menunggu hasil kajian mereka (KPPU) untuk memperjelas itu," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Achmad Suryana, di Jakarta, Selasa (26/3). 

Achmad menyebutkan ketahanan pangan terganggu karena ada dugaan pengaturan volume, distribusi, bahkan sudah memicu lonjakan harga pangan. Komisioner KPPU, Munrokhim Misnam, mengeluhkan terbatasnya kewenangan dalam menindak pelaku kartel impor pangan. "KPPU tidak punya kewenangan untuk menggeledah, menyita, dan mengeksekusi. Jadi kita berharap ada amendemen UU terkait tindakan kartel," ungkap dia. 

Undang-undang dimaksud ialah UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan amendemen UU tersebut, KPPU berharap bisa menindak dan mengurai persoalan kartel pangan. Ia mencontohkan saat ini, dari 14 importir bawang, sudah dua importir yang dipanggil KPPU untuk diminta keterangan. 

Dari dugaan sementara, ada cross ownership dari 14 importir tersebut meskipun pembuktiannya relatif sulit. Pasalnya, nama-nama pemilik perusahaan bisa disamarkan. Munrokhim menyatakan untuk mengatasi kartel pangan, KPPU meminta pemerintah mengenakan sistem tarif sebagai pengganti dari sistim kuota, yang terbukti membuat harga bergejolak. "Birokrasi perizinan yang berbelit juga harus diubah karena memicu munculnya fee untuk setiap pemberian izin," ujar dia. 

Sebelumnya, KPPU juga menemukan dugaan terkait kasus praktik kartel impor daging sapi. KPPU menduga kuat importir daging sapi itu juga punya saham di perusahaan ekspor di Australia. Menurut Munrokhim, meski dia tidak bisa menyebutkan nama perusahaan yang diduga terindikasi melakukan praktik seperti itu, dia mengatakan dugaan kuat itu jelas terlihat. 

Anggota Komisi IV DPR, Siswono Yudho Husodo, menyebutkan persekongkolan segelintir perusahaan sudah terjadi secara masif di sektor pangan. "Tidak hanya di komoditas hortikultura, tetapi juga di benih yang dikuasai beberapa perusahaan multinasional. Impor daging juga hanya didominasi dari Australia, sedangkan bawang putih hanya dari China," jelas dia.

Perlu Diwaspadai 
Sementara itu, Menteri Pertanian, Suswono, mengatakan pihaknya mewaspadai adanya kartel pada perdagangan komoditas pangan dan hortikultura sebab harga komoditas tersebut tidak wajar di pasar domestik. "Produk-produk impor yang di negara asal sangat murah, kok bisa sampai ke konsumen sangat tinggi? Ini mengindikasikan adanya etika bisnis yang dilanggar," kata dia saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR, kemarin. 

Mentan menegaskan tidak boleh atas nama pasokan kurang, mereka (importir) menaikkan harga berkali-kali lipat. Oleh karena itu, ia menilai mungkin saja kartel seperti yang ditengarai KPPU dan KEN memang ada. "Ini memang harus didalami lebih jauh agar pelaku usaha tidak memanfaatkan keadaan untuk mengambil untung yang berlebihan sehingga memberatkan konsumen," ujar Suswono. 

Ia mengatakan sejauh ini petani tidak menikmati harga komoditas pertanian yang bagus dan tinggi. Ia mencontohkan ketika harga cabai mencapai 100 ribu rupiah per kilogram (kg), harga cabai di tingkat petani hanya 20 ribu rupiah per kg. "Menurut saya, rantai tata niaga ini perlu dibenahi, dan itu wilayah Kementerian Perdagangan. Posisi kami bagaimana meningkatkan produktivitas dan petani mendapatkan harga yang layak, untung, dan stabil," ujar Suswono. aan/E-3

koran-jakarta.com

No comments:

Post a Comment