Friday, November 22, 2013

Ini Saran Agar RI Tak 'Kecanduan' Impor Pangan

Jakarta - Institut Pertanian Bogor (IPB) salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang cukup berkonsentrasi dalam persoalan pangan. Di tengah persoalan impor pangan yang terus membanjiri Tanah Air, diharapkan ada solusi dari pada akademisi.

Guru Besar IPB Hermanto Siregar mengatakan kedaulatan pangan adalah cita-cita bangsa, sesuai yang tertera pada undang-undang (UU) No.18 tahun 2012 tentang pangan. Di dalamnya terdapat unsur hak negara, kebijakan pangan, sistem pangan dan potensi sumberdaya lokal.

Dalam paparannya yang dikutip detikFinance, Jumat (15/11/2013), impor pangan cukup menjadi masalah negara untuk mencapai kedaulatan pangan. Dari sekian banyak impor, hampir keseluruhan produk harusnya dapat dikembangkan di dalam negeri seperti beras, kedelai, kentang, bawang, daging sapi, ikan, gula bahkan termasuk garam yang selama ini masih diimpor.

Alasan impor pangan untuk menstabilkan harga di dalam negeri dianggap tidak tepat. Sebab dengan cara instan tersebut, masih akan berbenturan dengan kendala teknis dan non teknis di lapangan.

Berikut solusi yang ditawarkan agar Indonesia mencapai kedaulatan pangan dan bebas dari impor, antara lain:

1. Peningkatan Stok Pangan
Ini adalah solusi dalam jangka pendek. Pemerintah harus memastikan tidak ada gejolak harga akibat berbagai hal, termasuk tren dari kenaikan harga internasional.

Bulog dapat meningkatkan pengadaan atau pembelian beras dalam negeri. Manakala tidak cukup, bisa melakukan impor. Ini pun dengan perhitungan yang tepat.

Stok pangan juga bisa dengan cara menggandeng pihak swasta. Terutama dalam meningkatkan distribusi pangan nasional. Sistem informasi pangan dibua secara komperhensif untuk tiap daerah dan regional.

2. Peningkatan Produksi Pangan
Program ini sudah masuk dalam rentang jangka menengah dan panjang. Fokusnya ditujukan untuk produk seperti padi, jagung, kedelai, sapi dan umbi-umbian.

Kemudian perlu dipercepat food estate, melalui pendekatan Public Private Partnership (PPP). Kemudian mengikutsertakan rakyat yang juga dapat menyerap tenaga kerja.

Program ini juga harusnya memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Agar kegiatan pertanian yang dilakukan tidak berhenti karena ada lingkungan yang rusak.

3. Pengembangan Agroindustri
Ini merupakan program lanjutan setelah produksi pangan memperlihatkan pertumbuhan yang signifikan. Caranya adalah dengan menyediakan insentif untuk investasi agroindustri yang menyerap tenaga kerja.

Kemudian optimalisasi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mendorong pengembangan agroindustri pedesaan. Khususnya skala mikro kecil.

4. Peningkatan Kualitas Sistem Distribusi
Program ini lebih mengarah kepada pengembangan sistem logistik nasional pangan. Ini menjadi keharusan karena kawasan produksi berbeda atau kurang terhubung dengan kawasan konsumsi.

Infrastruktur adalah unsur penting yang mesti dibenahi. Baik secara kuantitas maupun kualitas. Khususnya pada infrastuktur pedesaan dan keluar pedesaan (rural-urban linkages).

Bulog sebagai lembaga pemerintah yang berfokus untuk pangan, juga bisa mengambil andil dalam efektifitas.

5. Peningkatan Research and Development (R&D)

Pangan yang diproduksi harus selalu diikuti dengan penelitian. Misalnya dalam penggunaan bibit-bibit unggul yang mampu beradaptasi dengan perkembangan iklim di lahan-lahan yang kurang subur.

Kemudian juga pengembangan produk pangan seperti beras analog dan sejenisnya. Ada dorongan untuk diversifikasi dan peningkatan gizi. Setiap hasil riset, dapat dikonsolidasikan oleh para lembaga dan perguruan tinggi. Sehingga dapat diimplementasikan oleh pemerintah.

finance.detik.com

No comments:

Post a Comment