Friday, May 22, 2015

KPK Berhak Sidik Kasus NGEMPLANG Pajak BCA

JAKARTA – Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indriyanto Seno Adji mengatakan, KPK berhak menyidik kasus pajak. Hal itu dilakukan karena dalam kasus pajak dinilai sudah ada unsur tindak pidana korupsi.

"Kalau masalah teknis pajak memang masuk dalam ranah administrasi negara, namun dalam hal dugaan penyalahgunaan disertai mens rea (pertanggungjawaban pidana)  dengan opzet als oogmerk (tujuan), maka Tipikor sebagai basis yang menjadi wewenang KPK," kata Indriyanto menjawab Koran Jakarta, Rabu (20/5).

Plt Pimpinan KPK lainnya, Johan Budi mengatakan, KPK tidak terlalu mengambil pusing atas pendapat dari mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo dan saksi ahli yang mengatakan lembaga anti rasuah tidak bisa menyidik kasus keberatan pajak. Hal ini karena Undang Undang (UU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bersifat lex specialis terhadap UU Tipikor.

"Silahkan saja, itu kan pendapat yang bersangkutan. Itu kan pendapat dan hak dia," kata Johan.

Sesuai UU

Johan menjelaskan, KPK dalam menetapkan Hadi Poernomo sudah sesuai dengan ketentuan UU Tindak Pidana Korupsi. "KPK itu dalam menetapkan tersangka sesuai UU Tipikor, jadi nggak ada masalah," jelasnya.

Sebelumnya kuasa hukum KPK, Yudi Kristiana mengatakan KPK menunjukkan 223 dokumen yang menjadi barang bukti dalam kasus dugaan korupsi permohonan keberatan wajib pajak Bank Central Asia (BCA) tahun 1999, yang menjadikan mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo sebagai tersangka.

Menurut Yudi, pihaknya menunjukkan dokumen dan bukti untuk menjawab keraguan pihak pemohon terkait dengan penyidikan Kasus BCA. Semua dokumen itu ditunjukkan ke hadapan Hakim tunggal Haswandi, sebagai bukti kalau KPK serius menyidik Kasus BCA.

"Saudara dapat menyaksikan kalau dokumen yang diserahkan sangat banyak. Ketika meningkatkan kasus (dari penyelidikan ke penyidikan) semua alat buktinya terpenuhi," kata Yudi.

Ditambahkannya, dalam sesi pembuktian tersebut, pihaknya menunjukkan semua tahapan mulai dari penyelidikan hingga penyidikan semua ada barang buktinya. "(KPK menunjukkan bukti-bukti) untuk menunjukkan bahwa progres sudah sedemikian luar biasa untuk membuktikan unsur delik. Dari situ akan terlihat jelas bahwa itu ada unsur tindak pidananya," kata Yudi.

Menurut Yudi, untuk dokumen-dokumen yang sifatnya penting, pihaknya hanya menunjukkan ke hadapan Hakim. Hanya digunakan untuk audit investigatif karena ada transaksi keuangannya.

Dalam sidang, ahli pajak Ida Zuraida yang dihadirkan sebagai saksi dalam praperadilan Hadi Poernomo menjelaskan, perkara keberatan pajak merupakan wewenang Dirjen Pajak dan jika terjadi pelanggaran hanya bisa diselesaikan lewat Pengadilan Pajak.

Posisi Dirjen Pajak yang pernah dijabat Hadi Poernomo pada 2001-2006 itu, menurut Ida, memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan hingga memutus tentang keberatan pajak yang diajukan oleh wajib pajak.

"Jika wajib pajak mengajukan alasan keberatan, maka harus dilihat apakah keberatan tersebut memenuhi syarat. Jika memenuhi syarat maka Dirjen Pajak harus menanggapi dalam kurun waktu 12 bulan," tutur Ida saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.

Hal tersebut, katanya, sesuai dengan ketentuan Pasal 43A Ayat 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang berbunyi Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Hadi sendiri dalam kasus ini disangka oleh KPK melakukan tindak pidana korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan wajib pajak PT BCA, Tbk tahun pajak 1999 saat dirinya menjabat sebagai Dirjen Pajak. fdl/eko/Ant/N-3

No comments:

Post a Comment