Thursday, April 30, 2015

Merugikan Negara Rp260 Triliun, BCA Masih Juga Ngemplang Pajak

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta tidak berhenti pada kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak PT Bank Central Asia (BCA) dengan tersangka Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Hadi Poernomo, saat dia menjadi Dirjen Pajak pada 2002-2004. 
Lembaga antikorupsi itu juga mesti menyelidiki peran manajemen atau pemilik BCA dalam perkara dugaan korupsi pembayaran pajak yang merugikan negara sekitar 375 miliar rupiah itu. Pelaku aktif yang menyuap pejabat negara dalam kasus itu juga harus ditindak.
Dengan terbongkarnya kasus kolusi pejabat negara dengan BCA itu, maka pemerintah sebaiknya mempertimbangkan agar BCA dikembalikan kepada negara.
Pasalnya, kolusi yang dilakukan bank swasta itu sudah berjalan sejak skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonsia (BLBI) selalu merugikan uang negara dan rakyat. Apabila, hukum tidak ditegakkan, maka kejahatan itu akan berulang.
Seperti diketahui, kini kapitalisasi pasar BCA di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah mencapai 269,71 triliun rupiah (per 22 April 2014). Padahal, saat saham pemerintah di BCA dijual pada 2001 hanya dihargai 10 triliun rupiah. Dari kondisi itu, maka potensi kerugian negara dari transaksi penjualan saham BCA sekitar 259 triliun rupiah.

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Hifdzil Alim, mengemukakan dengan penetapan Hadi Poernomo sebagai tersangka pada Senin (21/4), maka KPK bisa segera memeriksa BCA dan mengembangkan pemeriksaan kasus penggelapan pajak tersebut pada kasus yang jauh lebih besar yang selama ini menjadi perhatian publik, yakni penyalahgunaan dana BLBI. 
“BCA adalah bank terbesar yang mengemplang BLBI. Namun, kewajibanya kepada negara belum tuntas karena masih ada utang pokok yang belum dibayar. Namun, setiap tahun BCA masih terus menerima subsidi bunga obligasi rekap dari negara. Jadi, negara sudah dirugikan besar, tapi tidak mau membayar pajak,” ungkap dia saat dihubungi, Selasa (22/4).
BCA, menurut Hifdzil, sebenarnya tidak pantas mengajukan keberatan membayar pajak sebesar 375 miliar rupiah atas transaksi kredit macet atau non perfoming loans senilai 5,7 triliun rupiah. Pasalnya, kondisi keuangan BCA setelah dijual ke publik pada 2001 sampai sekarang sudah sehat.
Dia menegaskan kejahatan perbankan yang dilakukan BCA sangat sistemik dan hal itu bisa berlanjut sekian lama karena sistem kroni. “Kroni swasta selalu terhindar dari penegakan hukum karena selalu dilindungi pejabat tinggi,” papar dia.
Hifdzil menambahkan kalau BCA tidak dijual murah yang diduga kepada pemilik lama yang menjebol banknya sendiri, maka negara tidak akan rugi.
“Bayangkan, utang sudah dihapus, namun aset masih bisa dimiliki oleh BCA, tapi rakyat yang membayar pajak masih menanggung utang itu dengan memberikan subsidi bunga obligasi rekap eks-BLBI. Ini sangat tidak adil dan sistem ini harus dihentikan segera bila mau terhindar dari bencana.”
Apalagi, lanjut dia, apabila pembayaran obligasi rekap tidak dihentikan, maka utang negara dari BLBI pada 2043, yang mencapai sekitar 60.000 (enam puluh ribu) triliun rupiah, semakin tidak mungkin terkejar lagi oleh proyeksi pendapatan pajak yang hanya 5.401 triliun rupiah.
”Sistem ini harus dihentikan segera bila mau terhindar dari bencana. KPK harus berani usut tuntas sampai ke akar-akarnya, skandal mahabesar seperti ini harus disetop,” tegas Hifdzil.
Anggota Komisi III, Bambang Soesatyo, menambahkan KPK harus menjadikan kasus Hadi Poernomo pintu masuk untuk membongkar kasus lebih luas dan besar lagi, yakni berbagai dugaan penyimpangan pajak dan penyimpangan BCA sebagai salah satu penerima fasilitas terbesar BLBI. "Ini pintu masuk mengurai kasus BLBI," papar dia.

Periksa BCA
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, menyatakan lembaga itu akan segera memeriksa BCA terkait kasus Hadi Poernomo tersebut.
"Nanti swastanya juga akan dikembangkan, setelah dikembangkan baru ketahuan swastanya siapa. BCA itu pasti akan kita periksa," kata Busyro saat ditemui di Gedung KPK, Selasa.
Menurut Busyro, KPK masih mengembangkan peran BCA dalam kasus ini. "Masih dikembangkan, dia itu siapa," ujar Busyro saat ditanya apakah BCA sebagai pihak yang memberi suap ke Hadi Poernomo. 
Dia menjelaskan motif paling jelas dalam kasus itu adalah penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan. Busyro juga mengaku belum mengatahui jumlah dana yang diberikan BCA kepada Hadi Poernomo.YK/ags/eko/WP

No comments:

Post a Comment