Friday, June 14, 2013

pemerintah HANYA SEMANGAT kalo MENCABUT SUBSIDI utk RAKYAT MISKIN tapi PURA2 BODOH ketika MENSUBSIDI ORG KAYA

JAKARTA - Pemerintah sudah sepatutnya menghentikan subsidi pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi perbankan eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang selama 15 tahun terakhir hanya menghamburkan pajak rakyat sekaligus membebani APBN. 

Selain mencederai keadilan terhadap rakyat kecil pembayar pajak, subsidi bunga obligasi rekap juga dinilai tidak relevan lagi karena bank pemilik obligasi rekap yang diterbitkan pada 1998 itu kini telah membukukan laba bersih yang fantastis. Bahkan, selama ini, subsidi bunga itu merupakan kontibutor utama laba bank rekap. 

Pengamat perbankan, Ahmad Iskandar, menegaskan bank rekap sudah tidak pantas menerima bunga obligasi rekap karena kini kinerja keuangan mereka telah membaik dan dalam kondisi sehat. 

"Lagipula, beberapa bank rekap sudah dimiliki asing, jadi sangat tidak pantas pemerintah memperpanjang sedekah kepada pihak asing, sementara rakyatnya hidup nelangsa," ungkap Iskandar di Jakarta, Minggu (31/3). 

Berdasarkan laporan keuangan bank rekap periode 2011-2012 yang dipublikasikan pekan ini, laba bersih Bank Mandiri pada 2012 mencapai 15,5 triliun rupiah atau naik 27,05 persen dibandingkan 2011 sebesar 12,2 triliun rupiah. 

Bank Central Asia membukukan laba bersih 14,3 triliun rupiah atau naik 7,21 persen dibandingkan 2011 sebesar 13,3 triliun rupiah, sementara Bank Danamon mencatat laba bersih 3,2 triliun rupiah atau naik 28,78 persen dbandingkan 2011 sebesar 2,5 triliun rupiah. 

Senada dengan Iskandar, Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro, menambahkan pemerintah harus berani melakukan terobosan dengan revolusi keuangan negara yakni menghentikan pembayaran obligasi rekap karena bank penerima obligasi rekap sudah menangguk untung triliunan rupiah. "Jangan membuat disparitas, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Dan saya kira sangat tidak adil kalau sampai sekarang ini uang pajak secara terus-menerus disandera untuk subsidi bank-bank yang sudah meraup untung triliunan rupiah. Kasihan rakyat Indonesia. Jadi, perlu teroboson berani dari pemerintahan ini agar dicatat dalam sejarah Indonesia," ujar dia. Menurut dia, penghentian bunga obligasi rekap sangat beralasan mengingat sudah 15 tahun bank rekap ini menerima subsidi dari APBN atau uang rakyat. "Bank-bank penerima obligasi rekap sudah untung. Kalau obligasi rekap ini diperjualbelikan maka semestinya bunganya dibayar oleh bank yang bersangkutan," jelas Sasmito.


Desakan agar pemerintah menghentikan pembayaran bunga obligasi rekap juga pernah dikemukakan legislatif. Bahkan, Komisi XI DPR, awal Maret lalu, sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) Bunga Obligasi Rekap. Tujuan utama panja itu adalah mengurangi atau menghapuskan pembayaran bunga obligasi rekap dari APBN yang sangat membebani anggaran negara. Anggota Komisi XI dari FPDIP, Arif Budimanta, menilai banyak ketidakadilan dalam bunga obligasi rekap. Pasalnya, setiap tahun negara harus terus menggunakan pajak rakyat untuk menutup utang swasta yang tidak dinikmati rakyat. Akibatnya, keuangan negara menjadi kurang sehat, bahkan bisa sakit. Seperti diketahui, obligasi rekap senilai 650 triliun rupiah yang diterbitkan pemerintah pada 1998 sejatinya merupakan utang bankir bermasalah penerima BLBI yang akhirnya dimanipulasi menjadi utang negara sehingga harus ditanggung rakyat.Setiap tahun, APBN terkuras sekitar 80 triliun rupiah untuk menyubsidi bankir pengemplang BLBI tersebut. Layak Digugat Iskandar menambahkan kebijakan subsidi bunga obligasi rekap patut digugat oleh berbagai kalangan. Apalagi, kebijakan yang sudah berlangsung 15 tahun ini terbukti pilih kasih. Pasalnya, pemerintah malah mengurangi subsidi untuk petani, namun mempertahankan subsidi bunga rekap untuk orang kaya. "Lucunya pemerintah tak mau disebut memberikan subsidi kepada para orang superkaya ini. Padahal, sudah jelas, ada perlakuan berbeda pemerintah soal subsidi. Kalau untuk ekonomi petani, pedagang kecil, atau kaki lima, masyarakat luas, pemerintah semangat sekali menghapus subsidi," ungkap Iskandar. Menurut dia, pola kebijakan seperti itu khas beraliran konsensus Washington yang spiritnya menghilangkan subsidi serta meliberalkan perekonomnian. "Tapi anehnya, subsidi untuk bunga obligasi rekap (utang dalam negeri) kentara sekali dipertahankan." Semestinya Kementerian Keuangan sebagai bendahara umum negara sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 menyampaikan secara jujur, akuntabel, dan transparan soal poisisi obligasi rekap. lex/WP

No comments:

Post a Comment