Sunday, May 26, 2013

Pemilik Bank Terdahulu yg jadi Pengemplang BLBI dgn bantuan kaki tangannya melakukan MONEY LAUNDERING !!

JAKARTA - Kesepakatan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk merestrukturisasi surat utang (SU) eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sekadar untuk menyelamatkan kualitas modal BI. Selain itu, kesepakatan untuk merestrukturisasi sistem pelunasan obligasi itu, dari pelunasan penuh pada 2033 menjadi cicilan bertahap hingga 2043, akan memperpanjang beban rakyat atas utang pengemplang BLBI yang ditanggung pemerintah.

Lebih lanjut, restrukturisasi surat utang eks obligor BLBI itu, dari tidak dapat diperdagangkan atau nontradable menjadi dapat diperdagangkan atau tradable, dinilai merupakan suatu upaya mengaburkan jejak kejahatan perbankan yang akhirnya harus ditanggung oleh seluruh rakyat pembayar pajak negara tersebut.

Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Adiningsih, mengemukakan dengan kesepakatan restrukturisasi itu, BI berharap dapat menyerap ekses likuiditas tanpa harus menambah beban bunga karena bunga surat utang eks BLBI akan dibayarkan dari anggaran negara. Namun, lanjut dia, pemerintah dan BI harus menyadari bahwa perubahan status surat utang eks BLBI yang semula nontradable menjadi tradable itu akan menjadi sarana menghapus kejahatan masa lalu.

"Saya kira, rekstrukturisasi surat utang eks BLBI itu hanya sekadar memindahkan laporan dari kantong kiri ke kantong kanan. Karena milik negara, maka diatur pertanggungjawaban masing-masing antara pemerintah dan BI," jelas Adiningsih di Jakarta, Selasa (22/11).

Seperti diketahui, dalam Rapat Kerja antara BI dan Komisi XI DPR dalam pembahasan revisi Surat Kesepakatan Bersama (SKB) 2003 perihal Surat Utang Pemerintah (SUP) yang diterbitkan pada masa BLBI, Selasa, Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan pemerintah bersama bank sentral sepakat merestrukturisasi Special Rate Bank Indonesia atau SRBI-01, surat utang pemerintah eks BLBI, dari sistem pelunasan pada 2033 (bullet payment) menjadi cicilan secara bertahap (amortized bonds) sampai 2043.

Selain itu, disepakati bahwa surplus dari BI akan digunakan untuk mempercapat pelunasan SRBI-01 yang dimaksud dan menambahkan klausul kemungkinan SRBI-01 dikonversi menjadi Surat Berharga Negara (SBN) yang dapat diperdagangkan. SRBI-01 merupakan surat utang pemerintah kepada bank sentral yang diterbitkan dalam rangka merestrukturisasi surat utang BLBI, SU- 001 dan SU-003, senilai 144,5 triliun triliun. Saat diterbitkan pada 2003, SRBI-01 berjangka 30 tahun dengan bunga 0,1 persen dari sisa pokok.

Kerusakan Lama

Menurut Adiningsih, penyelesaian utang eks BLBI sebaiknya tidak membahayakan anggaran negara. Untuk itu, DPR harus memperhitungkan kapasitas kemampuan pemerintah dalam menangani beban utang tersebut. "Perubahan itu memang mengurangi beban BI, namun akan jadi beban pemerintah. Pemerintah akan makin berat dalam membayar kewajiban yield (bunga). Apalagi kalau obligasi itu bersifat jangka pendek," imbuh dia.

Menyinggung bahwa upaya tersebut juga bermaksud menghapus jejak kejahatan lama yang dilakukan pengemplang obligor eks BLBI, Adiningsih menyatakan menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menagih utang negara kepada pemilik bank terdahulu. Ini juga bentuk keadilan pemerintah terhadap rakyat miskin pembayar pajak yang ikut menanggung beban utang itu.

"Pemerintah harus tetap menagih kewajiban para pengemplang BLBI tersebut," katanya. Anggota Komisi XI DPR Abdilla Fauzi Achmad mengatakan kesepakatan pemerintah dan BI untuk memperdagangkan surat utang eks BLBI sesuai dengan harga pasar akan memperparah kerusakan lama yang ditimbulkan pengemplang BLBI.

Selain itu, jejak utang BLBI itu akan lenyap bersamaan dengan masuknya investor baru. "Memang belum ada keputusan soal ini karena kita masih membutuhkan pendalaman lebih lanjut. Tetapi prinsipnya, kalau lebih banyak mudaratnya, jangan dipaksakan," tegas dia. fia/lex/WP

koran-jakarta.com

No comments:

Post a Comment