MigasReview, Jakarta – Pemerintah China menyetujui usulan Indonesia untuk merenegosiasi kontrak harga gas dari Kilang LNG Tangguh, Papua Barat, ke Fujian.
Kesepakatan itu merupakan hasil pertemuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik dengan Chairman of the Board of Director CNOOC Wang Yilin di Kementerian ESDM, Jumat (10/5).
Seperti dilansir situs Ditjen Migas, Jero mengatakan, Pemerintah Indonesia telah membentuk tim untuk melakukan renegosiasi tersebut dan paling lambat pada akhir tahun ini persetujuan harga baru sudah dapat ditandatangani.
Menurut Jero, harga ekspor gas ke Fujian sebesar US$ 3,5 per MMBTU sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini mengingat harga ekspor gas adalah rata-rata US$ 16 per MMBTU dan harga jual ke domestik sebesar US$ 10 per MMBTU.
LNG yang dijual ke Fujian berasal dari Blok Tangguh yang dikelola perusahaan asal Inggris BP Berau. Perjanjian penjualan ditandatangani Pemerintah Indonesia pada zaman Presiden Megawati Soekarnoputri.
Pembeli di Fujian adalah China National Offshore Oil Corporation (CNOOC). Volume kontrak ekspor LNG sebesar 2,6 juta ton per tahun itu mengunakan formula batas atas harga minyak sesuai patokan harga minyak Jepang (Japan Cocktail Crude/JCC). (cd)
migasreview.comKurtubi Desak Segera Batalkan Kontrak Ekspor Gas
Stok gas yang semula direncanakan diekspor ke Amerika, harus segera
dibatalkan dan dialihkan untuk mencukupi kebutuhan gas di dalam negeri,
terutama untuk industri.
Pemerintah juga harus membatalkan penjualan gas murah ke China. Hal itu
ditegaskan Pengamat Perminyakan Kurtubi ketika dihubungi, Minggu (4/11).
Agar kebutuhan gas dalam negeri terpenuhi, caranya adalah mengalihkan
ekspor yang tadinya direncanakan ke Amerika untuk tetap dalam negeri.
“Hari ini barangnya pun ada, lebih baik dialihkan ke Priok sana,”
ujarnya.
Jika tidak ada langkah cepat untuk mencukupi kebutuhan gas dalam
negeri, ia khawatir akan berdampak luas. Bagi industri, tidak pernah bisa
berproduksi optimal dan tidak bisa menyerap tenaga kerja maksimal.
Sedangkan PLN kalau kekurangan pasokan gas, biaya listrik bisa melejit,
tarif listrik dinaikkan, rakyat jadi korban.
“Padahal ini karena kelalaian pemerintah yang tidak mengalokasikan gas
secara cukup.”
Untuk jangka panjang, ia menekankan perlunya dilakukan perubahan tata
kelola gas. Sebab kondisi saat ini karena kesalahan tata kelola.
“Pengelolaan gas di BP Migas, ini bukan perusahaan minyak sehingga dia
tidak bisa membangun pabrik LNG. Dia tidak bisa menjual sendiri gas milik
negara, sehinga menyuruh orang lain.”
Akibatnya, gas yang dijual pihak yang ditunjuk BP Migas inilah, yang
dijual dengan harga murah ke luar negeri.
Ditambah lagi, penjualan gas ini tidak memikirkan alokasi yang cukup
untuk kebutuhan dalam negeri.
Bukan gas kita tidak ada, tapi karena tata kelola yang salah yang
menyebabkan harga gas mahal, dan alokasi tidak cukup.
“Harus ada perubahan tata kelola, karena kalau tidak masalah ini akan
berulang terus,” ujarnya.
Ia menyarankan agar BP Migas dibubarkan, dan fungsinya dikembalikan ke
Pertamina. Agar Pertamina bisa membangun pabrik LNG tangguh sendiri.
Langkah ini harus dilakukan dengan mencabut UU Migas yang berlaku saat
ini. (mediaindonesia.com)
SKK Migas Hentikan Kontrak Ekspor Gas
SKK Migas Hentikan Kontrak Ekspor Gas
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini |
Oleh: Ranto Rajagukguk
ekonomi - Senin, 25 Maret 2013 | 16:30 WIB
INILAH.COM, Jakarta - SKK Migas mengklim kontrak ekspor gas tidak akan diperpanjang dengan tingginya kebutuhan gas bagi domestik.
ekonomi - Senin, 25 Maret 2013 | 16:30 WIB
INILAH.COM, Jakarta - SKK Migas mengklim kontrak ekspor gas tidak akan diperpanjang dengan tingginya kebutuhan gas bagi domestik.
"Saya pastikan kontrak perpanjangan ekspor gas tidak ada. Kecuali
mungkin yang di Tangguh, kan masih berjalan. Untuk hal ini saja sebenarnya
tidak mudah," kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak
dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini di kantor Kementerian ESDM, Senin
(25/3/2013).
Menurut Rudi, saat ini ekspor gas juga telah mengalami penurunan. Hal
ini terlihat dari peningkatan alokasi gas domestik selama delapan tahun
terakhir. Setidaknya dari jangka waktu yang ada persentase peningkatan sebesar
250%.
Rudi menambahkan, akumulasi total alokasi gas bagi domestik sampai
Februari 2013 sebesar 21,87 terra cubic feet (TCF). Jumlah ini didistribusikan
untuk Pupuk sebesar 3,890 TCF, kelistrikan 7,648 TCF, dan industri 10,335 TCF.
"Jadi tidak benar kalau kami ini tidak memperhatikan kebutuhan gas
domestik seperti sektor industri bilang tidak memperhatikan," ujar dia.
Pada 2014, pemerintah akan meningkatkan pasokan untuk masing-masing
bidang. Pupuk dari sebelumnya 3.890 TCF akan naik jadi 3.929 TCF, Kelistrikan
sebelumnya 7.648 TCF di 2014 jadi 7.877 TCF, Industri sebelumnya memperoleh gas
10.335 TCF sedangkan di 2014 pasokannya sebanyak 10.748 TCF. "Tahun 2013
total pasokan gas 21,87 TCF, sedangkan 2014 ditargetkan 22,55 TCF,"
ujarnya. [hid]