JAKARTA – Terpuruknya nilai tukar rupiah hingga menembus batas psikologis 10 ribu rupiah per dollar AS menggambarkan kemampuan internal perekonomian Indonesia yang memburuk.
Hal ini terjadi karena sebagian anggaran untuk pembangunan habis untuk membayar bunga obligasi rekap eks pengemplang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ironisnya, untuk menutupi kekurangan anggaran, pemerintah malah mengandalkan surat utang negara.
"Terdapat dua faktor yang menyebabkan terus melemahnya rupiah dalam beberapa hari ini, yakni faktor eksternal dan internal. Sisi eksternal akibat langkah bank sentral AS yang mau mengurangi pembelian surat-surat utang Pemerintah Amerika. Hal ini membuat kebutuhan dollar di AS sendiri meningkat. Ini berakibat pada sikap investor untuk memegang dollar AS di saat pemulihan krisis Eropa yang sangat lamban. Apalagi di saat harga emas sedang jatuh dan harga minyak yang fluktuatif," kata pengamat perbankan, Ahmad Iskandar, di Jakarta, Rabu (12/6).
"Sedangkan dari sisi internal, terkait dengan terjadinya defisit neraca berjalan, defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), serta neraca modal, sehingga menurunkan cadangan devisa. Namun, terkait dengan kondisi APBN yang memprihatinkan, saya hanya ingin mengingatkan bahwa ancaman terpuruknya rupiah karena pemerintah terus membiarkan beban utang obligasi rekap membebani perekonomian nasional sehingga berakibat pada loyonya APBN untuk menstimulasi perekonomian dan rapuhnya fondasi ekonomi nasional," papar Iskandar.
Dia menambahkan sampai kapan pun APBN akan terus berdarah-darah karena harus membiayai konglomerat kaya pengemplang BLBI sambil terus melukai perekonomian nasional dan mengurangi kesempatan orang miskin menikmati pembangunan. "Pembayaran bunga obligasi rekap telah merongrong perekonomian secara terus-menerus dan pada saat bersamaan kondisi neraca pembayaran juga buruk yang ditandai dengan defisit neraca transaksi berjalan," Iskandar menjelaskan.
Sementara itu, pengamat keuangan, Yanuar Rizky, menilai langkah Bank Indonesia melakukan intervensi pasar valas dalam upaya memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menggunakan cadangan devisa tidak tepat sasaran. "Karena uncertainty global karena persoalan dana quantitative easing (QE). Dana QE, semenjak pelemahan QE itu selalu terjadi pembalikan arah di Maret, di Juni, di September. Masalahnya QE Amerika ini dilawan oleh Jepang, Jepang itu mengguyur yen, jadi Jepang menggoreng dollar AS," kata Yanuar.
Penjelasan Presiden
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang terjadi dalam beberapa hari ini juga terjadi di banyak negara, tidak cuma Indonesia. Penyebab utamanya adalah kebijakan Amerika Serikat dan kegagalan penerbitan surat utang Pemerintah China.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga melambat sebagaimana dialami banyak negara. Tapi, secara umum, perekonomian Indonesia masih bisa dikelola dengan baik. "Sebagaimana kita ketahui, saat ini sedang terjadi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Memang ada pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), terutama dalam 45 hari terakhir. Memang ada potensi pelambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini tidak hanya terjadi di negeri kita, tetapi juga di tingkat global maupun regional," jelas Presiden di ruang kerjanya, di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu sore, seusai rapat terbatas kabinet yang dihadiri Wapres Boediono dan sejumlah menteri bidang perekonomian.
Walau demikian, SBY menyatakan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang beranggotakan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sejak kemarin sudah bekerja keras untuk menormalisasi nilai tukar rupiah. "Tentu Bank Indonesia akan lebih pada pengelolaan situasi moneter, sedangkan pemerintah mengelola situasi fiskal," katanya.
Presiden SBY yakin beberapa gejolak perekonomian ini dapat diatasi, terlebih keadaan ekonomi Indonesia sekarang lebih baik dibanding beberapa tahun lalu. "Situasi perekonomian kita secara umum dalam kondisi baik. Dibanding tahun 2005 dan 2008 jauh lebih kuat, dan permasalahan yang kita hadapi, insya Allah, dapat kita kelola dengan baik," tegas SBY. fdl/AR-2
koran-jakarta.com
No comments:
Post a Comment