JAKARTA
– Utang Indonesia yang membengkak hingga mencapai 2.188 triliun rupiah, tahun
ini, terutama disebabkan oleh utang pengemplang Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) yang kini telah kembali kaya raya. Ironisnya, utang BLBI itu
justru memiskinkan puluhan juta rakyat Indonesia. Pasalnya, pajak rakyat yang
terkumpul dalam anggaran negara, setiap tahun, banyak terserap untuk membayar
bunga obligasi rekapitalisasi perbankan eks BLBI.
Oleh karena itu, apabila Menteri Keuangan tidak melaksanakan hak tagih atas sisa-sisa utang debitor BLBI dan tetap membebankan bunga obligasi rekap kepada rakyat setiap tahun, akan membuat keuangan negara kedodoran dan bisa menyebabkan ekonomi terpuruk.
"Kondisi Indonesia saat ini mengalami kesulitan. Kita mengalami defisit ganda yang dipicu oleh defisit perdagangan dan defisit keseimbangan primer. Karena itu, kita membutuhkan pengelolaan fiskal yang sehat sehingga kita bisa melanjutkan program-program pembangunan," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiantoro, di Jakarta, Jumat (17/5).
Dia pun meminta pemerintah lebih berhati-hati mengelola fiskal karena tanda-tanda krisis ekonomi sudah di depan mata. "Kalau ini tidak diantisipasi akan menjadi berat ke depannya," jelas Setyo.
Tren defisit neraca perdagangan dan bayangan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai menggoyahkan posisi kurs rupiah. Hal ini kian menggelisahkan karena batas psikologis mata uang RI itu akan mudah ditembus. "Jika kita tidak punya jangkar ekonomi yang kuat dan tidak punya kekuatan fiskal yang memadai untuk program pembangunan maka masa depan ekonomi Indonesia akan sangat berat sehingga membuat tangan kita akan terus terikat dan tidak akan leluasa membuat kebijakan yaang optimal untuk rakyat," tegas dia.
Karena itu, kata Setyo, pemerintah wajib menagih utang obligor BLBI. Kalau tidak, masyarakat yang terus menjadi korban.
Dia menilai sangat tidak pantas beban utang BLBI ini ditalangi rakyat sebab banyak sekali permainan sehingga melahirkan BLBI ini. Jika diteruskan sama saja rakyat miskin menyubsidi orang kaya. "Jadi, sangatlah aneh, di saat rakyat susah dan APBN defisit, kita masih mendukung orang-orang kaya itu. Ini sikap pemerintah tidak adil. Apalagi kekayaan mereka itu tidak akan pernah habis sampai 7 turunan," jelas Setyo.
Oligarki Ekonomi
Setyo menegaskan pembiaran terhadap utang BLBI memperjelas sikap pemerintah yang tidak prorakyat. "Yang kita hadapi saat ini, oligarki ekonomi politik. Akibatnya, kita harus membayar mahal sesuatu yang tidak pernah kita lakukan. Dan kita semua terkena dampaknya," jelas Setyo.
Direktur Eksekutif Initiative Institute, Hermawanto, mengatakan selain menggunakan UU Tindak Pidana Korupsi, penegak hukum bisa memakai UU Tindak Pidana Pencucian Uang pada kasus BLBI. "Pencucian uang memungkinkan semua aliran dana hasil korupsi ditelisik dan diusut sampai ujungnya. Bahkan, si penerima dana hasil kejahatan itu pun akan kena pidana dengan pasal pencucian uang", katanya. lex/eko/ags/WP
Oleh karena itu, apabila Menteri Keuangan tidak melaksanakan hak tagih atas sisa-sisa utang debitor BLBI dan tetap membebankan bunga obligasi rekap kepada rakyat setiap tahun, akan membuat keuangan negara kedodoran dan bisa menyebabkan ekonomi terpuruk.
"Kondisi Indonesia saat ini mengalami kesulitan. Kita mengalami defisit ganda yang dipicu oleh defisit perdagangan dan defisit keseimbangan primer. Karena itu, kita membutuhkan pengelolaan fiskal yang sehat sehingga kita bisa melanjutkan program-program pembangunan," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiantoro, di Jakarta, Jumat (17/5).
Dia pun meminta pemerintah lebih berhati-hati mengelola fiskal karena tanda-tanda krisis ekonomi sudah di depan mata. "Kalau ini tidak diantisipasi akan menjadi berat ke depannya," jelas Setyo.
Tren defisit neraca perdagangan dan bayangan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai menggoyahkan posisi kurs rupiah. Hal ini kian menggelisahkan karena batas psikologis mata uang RI itu akan mudah ditembus. "Jika kita tidak punya jangkar ekonomi yang kuat dan tidak punya kekuatan fiskal yang memadai untuk program pembangunan maka masa depan ekonomi Indonesia akan sangat berat sehingga membuat tangan kita akan terus terikat dan tidak akan leluasa membuat kebijakan yaang optimal untuk rakyat," tegas dia.
Karena itu, kata Setyo, pemerintah wajib menagih utang obligor BLBI. Kalau tidak, masyarakat yang terus menjadi korban.
Dia menilai sangat tidak pantas beban utang BLBI ini ditalangi rakyat sebab banyak sekali permainan sehingga melahirkan BLBI ini. Jika diteruskan sama saja rakyat miskin menyubsidi orang kaya. "Jadi, sangatlah aneh, di saat rakyat susah dan APBN defisit, kita masih mendukung orang-orang kaya itu. Ini sikap pemerintah tidak adil. Apalagi kekayaan mereka itu tidak akan pernah habis sampai 7 turunan," jelas Setyo.
Oligarki Ekonomi
Setyo menegaskan pembiaran terhadap utang BLBI memperjelas sikap pemerintah yang tidak prorakyat. "Yang kita hadapi saat ini, oligarki ekonomi politik. Akibatnya, kita harus membayar mahal sesuatu yang tidak pernah kita lakukan. Dan kita semua terkena dampaknya," jelas Setyo.
Direktur Eksekutif Initiative Institute, Hermawanto, mengatakan selain menggunakan UU Tindak Pidana Korupsi, penegak hukum bisa memakai UU Tindak Pidana Pencucian Uang pada kasus BLBI. "Pencucian uang memungkinkan semua aliran dana hasil korupsi ditelisik dan diusut sampai ujungnya. Bahkan, si penerima dana hasil kejahatan itu pun akan kena pidana dengan pasal pencucian uang", katanya. lex/eko/ags/WP
No comments:
Post a Comment