Thursday, April 25, 2013

Prof. Dr. Ir. Suhardi, MSc bersumpah TIDAK MAKAN roti, snack atau berbahan baku gandum


Prof. Dr. Ir. Suhardi, MSc, Seorang Ketua Umum salah satu partai besar dan juga seorang pakar Kehutanan yang sangat kritis terhadap pangan di negerinya sendiri sangat menyayangkan turunnya kesadaran masyarakat untuk mencintai hasil pangan negeri sendiri dan lebih beralih dengan hasil import negara lain yaitu gandum.

Dan pada tahun 1987 tatkala menyelesaikan program doktoralnya di University of Los Banos (UPLB) Philipina. Profesor Suhardi mencetuskan 
SUMPAH GANDUM dan mengawali ‘lelaku’ Sumpah Gandum selama 23 tahun ini sebagai “protes terbuka’’ atas kebijakan pangan nasional karena risau dan kecewa bahwa Indonesia sudah terjebak dalam politik pangan yang dikendalikan pelaku bisnis kelas internasional, khususnya gandumisasi, sejak puluhan tahun lalu.
Maksudnya, 
mayoritas masyarakat Indonesia sudah sangat tergantung mengonsumsi semua bahan pangan yang berbahan baku gandum, seperti roti, snack, maupun mie rebus atau mie goreng dimanapun dan kapanpun. Dan sejak saat itu sampai sekarang beliau rajin mengonsumsi makanan khas Nusantara, seperti ketela rebus, jagung rebus, kacang tanah, umbi-umbian, dan ganyong sebagai makanan favorit dimanpun dan kapanpun.

Dan dalam pengukuhan sebagai Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM pada 17 Desember 1998. Beliau menaruh pohon ketela lengkap beserta sejumlah ketela di atas meja sidang. Aksi tersebut membuat heboh para undangan itu dilakukannya bersamaan menyampaikan paparan pengukuhan guru besarnya, yakni pentingnya mengonsumsi makanan lokal daripada gandum dan produk turunannya. Dan pada saat itulah beliau mendapat julukan sebagai Profesor Telo

Bahkan, ketika menjadi Dirjen Rehabilitasi Hutan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada 2001 lalu, kebiasaan itu terus dijalankan hingga dirasakan sejumlah pejabat dan bawahannya.
Setiap rapat baik saat Profesor Suhardi menjabat sebagai Dekan atau Dirjen, beliau mewanti-wanti staf kantor agar tidak menyediakan makanan roti, snack atau berbahan baku gandum. “Saya selalu menekankan agar sediakan makanan ringan seperti kacang, atau ubi rebus,’’ ujarnya.

Dalam perhitungan Prof. Suhardi, dari importasi komoditas makanan seperti gandum, maka devisa negara yang tersedot keluar sebesar Rp 325 triliun per tahun. Padahal, menurut Prof. Suhardi, gizi gandum jauh lebih rendah dibandingkan gizi ketela atau umbi-umbian lain maupun beras.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dimuat di salah satu media nasional, konsumsi tepung gandum terus memperlihatkan kenaikan cukup signifikan setiap tahunnya. Pada tahun 2003, konsumsi tepung terigu di Indonesia telah mencapai 19,8 gram (g) per kapita per hari. Jumlah itu mengalami kenaikan dibandingkan dengan tingkat konsumsi penduduk tahun 1999 yang baru mencapai 17,9 gram per hari.

Pada tahun 2005 konsumsi per kapita tepung terigu di tanah air naik menjadi 23,03 gram per kapita per hari, kemudian memasuki tahun 2006 naik lagi menjadi 23,60 gram per kapita per hari.
Selanjutnya, pada tahun 2008 lalu konsumsi tepung terigu nasional, menurut catatan Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), mencapai 3,8 juta ton. Aptindo melaporkan, total kebutuhan tepung terigu sebesar itu setara dengan sekitar 4,5-5 juta ton biji gandum. Ironisnya, Ketua APTINDO Franciscus Welirang mengakui, sebanyak 100 persen dari jumlah sebanyak itu masih diimpor dari luar negeri.


“Pemerintah sekarang tidak memahami petuah Nabi Muhammad. Bukan carilah ilmu hingga ke negeri Cina. Tapi, yang dilakukan pemerintah justru imporlah pangan hingga ke negeri Cina. Padahal di negeri ini terdapat 400.000 jenis tanaman yang bisa dikonsumsi, namun tidak terkelola dengan baik,’’ jelas Prof. Suhardi.

Selain itu , pola hidup sehat yang diterapkan beliau yaitu setiap hari mengayuh sepeda onthelmenuju Kampus UGM saat dia masih kuliah hingga menjabat sebagai Profesor dan tidak menggunakan AC pada ruang kerjanya namun lebih cenderung menggunakan sirkulasi udara langsung dari luar. "Pola hidupnya sederhana, low profile namun sangat menyehatkan" ujar salah satu rekan Prof. Suhardi
Spoiler for apa kata mereka

Quote:
Originally Posted by Prabowo Subianto
Prof. Suhardi ini telah lama bergerak dalam memperjuangkan ekonomi kerakyatan khususnya di bidang kehutanan dan pertanian di berbagai organisasi. Beliau menyadari bahwa di tengah kondisi bangsa yang telah 65 tahun memproklamirkan kemerdekaannya ini, sebetulnya kondisi bangsa masih belum merdeka seutuhnya. Sistem ekonomi neo-liberalisme yang telah lama dianut oleh bangsa Indonesia telah terbukti gagal dalam menyejahterakan semua lapisan rakyat Indonesia.
Sistem ini telah jauh meninggalkan nilai-nilai yang telah dicetuskan oleh founding fathers kita tentang ekonomi berdasar kekeluargaan dan berbasis kerakyatan sebagaimana tertuang dalam pasal 33 UUD 1945 adalah benar adanya.

Itulah sebabnya beliau akhirnya memutuskan untuk berkomitmen dalam politik praktis dengan konsekuensi mengorbankan karier akademik dan karier sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Quote:
Originally Posted by Dr. Ir. Muslimin Nasution APU
saya berdiskusi panjang lebar dan kagum atas pemikirannya. Suhardi juga punya keunggulan yang aneh. Dia tidak suka makan gandum dan turunannya. Itu sudah dilakukan sejak lama. Kegemarannya makanan lokal seperti ketela, ubi, ganyong, garut, dan tales. Kebetulan saya termasuk anti gandum bahkan saya pernah mengkampanyekan ‘war again wheat’ (perang melawan gandum). Karena saya mencurigai masuknya gandum ke Indonesia terutama dari AS yang dikenal dengan program Pl 480 title 1 dan title 2 mengandung agenda-agenda tertentu di belakangnya.
Quote:
Originally Posted by Slamet Thohari
Profesor Suhardi di mata mahasiswa biasa dipanggil Profesor Telo (ketela). Bukan karena ilmunya yang “rendahan” sehingga label “telo”. Akan tetapi karena bertahun-tahun dia mengkampanyekan makanan lokal Indonesia. Dan telo selalu menjadi andalannya.

Profesor Telo sangat gigih mengkampanyekan pentingnya diversifikasi pangan. Urusan pangan, Indonesia selama ini didominasi oleh kelompok tertentu yang hanya menginginkan keutungan. Wilayah yang tadinya tidak makan beras, telah digiring untuk makan beras, demi satu tujuan: keuntungan. Orang Papua yang notabenenya makan sagu, kini tergantung dengan beras. Begitu pula dengan orang Gunung Kidul, Pacitan dan seterusnya. Padahal ada banyak jenis sumber karbohidrat lain yang justru mempunyai nilai kalsium tinggi. Inilah yang disebut “homogenisasi makanan”. Yang belakangan ini terjadi semakin meluas.

Profesor Suhardi dijuluki Profesor Telo. Karena kesederhanaannya. Santun, dan sangat gigih bukan hanya dalam omongan, akan tetapi juga tindakan langsung. Profesor Suhardi sangat agung misi gagasannya dan sangat sederhana. Sebagaimana telo sarat dengan gizi dan sangat merakyat.
Mahasiswa Filsafat UGM dan pernah dibimbing
Prof. Suhardi dalam KKN tahun 2005.
Sedang menyelesaikan Program Master-nya
di Disability Studies (Studi Difabel) di
University of Hawai at Manoa Amerika Serikat.

Hingga kemudian konsistensi dari tindakan tidak mengonsumsi gandum dan mengkampanyekan makan ketela pohon dihargai pemerintah pusat dengan penghargaan “Pelopor Pemanfaatan Ketela” oleh Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya Marzuki Usman pada tahun 1999 silam.
 

No comments:

Post a Comment