Tuesday, April 23, 2013

Teknologi Bertanam Sorgum

By Anas, Ir., Msc., Ph.D.
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung (Sorghum Development Group (SDG)


Potensi Sorgum

Sorgum yang ditemukan di Afrika 5000 tahun yang lalu sampai sekarang merupakan tanaman penting ke lima dunia, dan merupakan tanaman serealia penting ke tiga di Amerika Serikat yang merupakan eksportir sorghum terbesar di dunia. Meksiko dan Jepang dikenal sebagai importir sorgum dunia. Seluruh bagian tanaman sorgum dapat dimanfaatkan baik sebagai pangan, pakan ternak atau sebagai bahan baku industri.

Tanaman sorgum mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan tanaman serealia lainnya seperti jagung dan gandum yaitu:
  • mempunyai daya adaptasi yang relatif luas dan dapat tumbuh di hampir semua jenis tanah meskipun kurang tahan terhadap tanah masam (pH<5) terutama yang banyak mengandung Al, 
  • tanaman sorghum lebih tahan kekeringan dan panas karena sorghum paling sedikit kebutuhannya akan air dibanding jagung dan gandum, sehingga dapat diusahakan di lingkungan semi-arid (kering), 
  • kandungan nutrisi biji sorgum cukup tinggi bila dibandingkan dengan jagung dan padi, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan gizi masyarakat. 
Secara nasional potensi areal lahan marjinal di Indonesia yang meliputi lahan tadah hujan dengan satu kali tanam setiap tahunnya, lahan tegalan dan lahan sementara tidak diusahakan mencapai lebih dari 8 juta hektar. Dalam satu dasawarsa pertumbuhan lahan kering di Indonesia cukup tinggi sebagai akibat pengolahan tanah yang tidak memperhatikan kaidah kelestarian (sustainability).

Sorgum yang secara agronomis mempunyai beberapa kelebihan sangat menjanjikan dan potensial sekali untuk dikembangkan di lahan-lahan marginal tersebut, terutama untuk memenuhi kebutuhan akan pangan di Indonesia (sebagai pangan alternatif).

Hal ini mengingat proyeksi akan kebutuhan pangan yang mencapai 64,214 juta ton beras pada tahun 2025 sesuai prediksi dari Bank Dunia, sehingga diperlukan pengamanan dan diversifikasi pangan di Indonesia.

Untuk itu Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran telah mengembangkan sorgum untuk pangan (whitesorghum) diantaranya yang potensial adalah genotip unggulan AZUnpad1.1 dan beberapa genotip elite sorgum manis (sweet sorghum).

I. Teknologi Penyiapan Benih Sorgum 

1.1. Produksi dan sertifikasi benih


Tanaman sorgum adalah tanaman menyerbuk sendiri sehingga benih untuk pertanaman musim berikutnya dapat disiapkan sendiri oleh petani.

Benih adalah bahan tanaman (organ generatif) berupa biji hasil pembuahan putik oleh tepung sari yang telah masak penuh (matang fisiologis) dan ditujukan untuk perbanyakan tanaman. Jika tidak ditujukan untuk perbanyakan tanaman disebut biji. Untuk menghasilkan tanaman yang tumbuh dengan baik haruslah menggunakan benih kultivar unggul dan benih bermutu.

Benih kultivar unggul adalah benih yang berasal dari tanaman yang secara genetik mempunyai sifat-sifat unggul, sedangkan benih bermutu adalah biji bahan tanam yang mempunyai sifat-sifat baik, yaitu:

  • Daya Berkecambah (DB) Minimal 80 %. 
  • Kadar Air (KA) Maksimal 12-14 %. 
  • Kemurnian Benih (KB) Minimal 98 %. 
  • Tidak terkontaminasi hama/penyakit, tidak cacat, tidak keriput, bernas, mengkilat, dan tidak tercampur dengan kotoran (kotoran < 1 %). 
Dalam penyiapan benih sorgum setidaknya harus memperhatikan standar operasional baku dalam produksi sampai penanganan pasca panen, sehingga diperoleh benih unggul yang mempunyai keempat sifat tersebut di atas. Selanjutnya benih dapat diajukan untuk disertifikasi oleh lembaga berwenang/ kompeten yang sebelumnya telah melakukan pengawasan pada waktu persiapan tanam, waktu tanam sampai pengujian mutu benih. Sertifikasi bertujuanmemberikan jaminan mutu kepada konsumen benih baik secara genetik maupun secara fisik.

Setidaknya ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam produksi benih bermutu sorgum, yaitu:

i) Aspek kondisi benih/ tanaman yang meliputi kondisi tanaman pada: fase vegetative yang dimulai dari perkecambahan, pemunculan bibit dan tanaman muda (juvenile) dan fase reproduktif yang dimulai dari pembungaan, pembuahan, pembentukan biji, dan pemasakan/pematangan biji. Terganggunya pertumbuhan awal tanaman akan mempengaruhi hasil dan kualitas biji yang akan dihasilkannya.

ii) Aspek lingkungan tempat produksi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aspek lingkungan ini adalah:

· Tanah atau media tumbuh yang meliputi pengetahuan akan: kesuburan fisik, kesuburan kimia (kandungan hara dan pH) serta kesuburan biologis. Meskipun sorgum tanaman yang tahan kekeringan, tetapi pada tanah dengan pH rendah (masam) terutama yang disebabkan oleh Al akan sangat mempengaruhi pertumbuhannya dan akan mengurangi hasil biji.

· Iklim atau cuaca tempat produksi yang meliputi arah dan kecepatan angin, suhu dan kelembaban udara, curah hujan serta cahaya matahari (intensitas, periodisitas dan kualitas). Arah dan kecepatan angin harus mendapat perhatian berhubung penyerbukan silang secara alami (natural cross pollination-NCP) pada tanaman sorgum cukup tinggi dan bervariasi antara 6% – 30% pada jenis-jenis tertentu. Curah hujan yang terlalu tinggi terutama pada saat tanaman sorgum telah berbiji dengan intensitas cahaya yang kurang, akan menyebabkan penyakit smuts dan menurunkan kualitas biji sorgum.

· Biologis yang meliputi hama dan penyakit yang ada, gulma dan organisme bermanfaat lainnya.

iii) Aspek teknik budidaya tanaman. Dalam aspek teknik budidaya tanaman harus tetap menjaga:

Prinsip pengetahuan genetik tanaman berupa harus tetap menjaga kemurnian benih yang dihasilkan dengan cara memperhatikan sejarah lahan, penggunaan kelas benih sumber, isolasi jarak atau waktu tanam, rouging tanaman off type dan pencegahan kontaminasi mekanis.

Untuk memproduksi benih sorgum yang bermutu sebaiknya menggunakan benih sumber satu tingkat di atasnya. Adapun urutan benih sumber (a) Benih Penjenis (Breeder Seed) – Label Putih, (b) Benih Dasar (Fondation Seed) – Label Putih, (c) Benih Pokok (Stock Seed) – Label Ungu, (d) Benih Sebar (Extention Seed) – Label Biru.

Isolasi jarak untuk menjaga kemurnian benih tanaman sorgum minimal 200m – 400m karena tingginya NCP pada tanaman sorgum atau minimal berbeda waktu tanaman kurang lebih 1 bulan.

· Prinsip pengetahuan agronomi berupa pemilihan dan penyiapan lahan, penanaman benih, pemeliharaan, panen dan pasca panen.

Terdapat dua kegiatan dalam manajemen produksi benih sorgum bermutu yaitu:

a) Off Farm Management yang merupakan kegiatan pengelolaan produksi benih yang dilakukan di luar aktivitas lapangan produksi, meliputi:

· Persiapan lapangan produksi yang terisolasi dari tanaman sejenisnya,

· Pengetahuan akan sejarah lahan,

· Persiapan sumber kelas benih termasuk penentuan jenis benih tanaman atau kultivar yang akan di tanam,

· Pengetahuan akan iklim setempat (agroklimat),

· Pengawasan saat pengolahan dan mutu benih (pengujian dan pemberian label).

b) On Farm Management yang merupakan aktivitas produksi benih di lapangan, meliputi:

· Penerapan teknologi budidaya tanaman sorgum yang tepat dan benar,

· Inspeksi lapangan berupa roguing (membuang tanaman off type),

· Penen, pasca panen dan sertifikasi.

1.2. Pengolahan Benih

Aktivitas pengolahan benih sorgum dimulai dari panen sampai benih siap untuk digunakan atau untuk disimpan dalam waktu yang agak lama. Pengolahan benih diperlukan untuk tetap menjaga kemurnian benih sorgum dari campuran material atau biji dari tanaman lainnya. Selain itu untuk menjaga agar kadar air benih dalam batas aman untuk disimpan sehingga memperlambat laju deteriorasi (kemunduran) benih.

Adapun secara umum tahap-tahap dalam pengolahan benih adalah:

a) Perontokan biji dari malai. Perontokan dapat menggunakan trasher atau dengan cara di letakkan dalam karung plastik dan dipukul-pukul. Tahap ini sangat berisiko akan terjadinya kontaminasi dari biji sorgum jenis lain atau material lainnya jika alat perontok atau tempat untuk merontokkan biji sorgum kurang bersih. Hal yang perlu diperhatikan adalah untuk selalu membersihkan dengan baik alat perontok setiap kali selesai merontokkan suatu kultivar biji sorgum tertentu.

b) Pengeringan dan pembersihan. Pengeringan dilakukan dengan menjemur biji sorgum di bawah sinar matahari dan dibersihkan dengan cara ditampih untuk memisahkan sekam dan kotoran lainnya. Hal yang perlu diperhatikan kontaminasi dari bahan material lainnya seperti kerikil dan lainnya selama penjemuran.

c) Sortasi dan grading. Tahap ini untuk menjamin kualitas benih sorgum yang seragam baik dari segi fisik dan dari segi genetik benih. Untuk itu diperlukan beberapa pengujian benih seperti uji rutin benih dan uji khusus benih. Pengujian benih dimaksudkan untuk mengetahui kualitas benih yang mencakup kemurnian fisik, kapasitas berkecambah, dan kadar air benih. Informasi hasil pengujian dapat dijadikan acuan untuk menentukan kebutuhan benih, dan pertimbangan apakah perlu penyimpanan atau tidak.

Uji rutin benih:

- Uji kemurnian benih: diambil sampel secara acak dan dihitung persentase kontaminan yang ada dalam benih. Uji kemurnian meliputi: a) uji kemurnian fisik benih yang dapat terdiri dari benih murni (pure seed), benih varietas lain (other crop seed), biji gulma (weed seed) dan kotoran (inert matter); b) uji kemurnian genetik yang kurang dianjurkan dalam uji kemurnian benih.

- Uji daya kecambah benih yang merupakan uji viabilitas langsung dengan mengukur kemampuan benih berkecambah dan menghasilkan kecambah normal dalam kondisi lingkungan yang optimum dan dihitung dengan rumus:

{ Jumlah kecambah normal / jumlah biji yang diuji } x 100%

- Uji kadar air benih dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kadar air benih. Kadar air benih harus sekitar 12% – 14% untuk menjaga tidak cepatnya deteriorasi benih dan memperpanjang daya simpan benih.

Uji khusus:

Uji vigor benih yang dapat menggunakan uji kecepatan berkecambah (indeks vigor) dan uji kesehatan benih

d) Perlakuan benih untuk melindungi dan mencegah benih dari serangan pathogen. Pengepakan dan pelabelan (jika diperlukan) serta penyimpanan benih. Tujuan dari pengepakan dan penyimpanan benih adalah untuk menjaga kualitas benih tidak cepat berkurang. Untuk benih sorgum cara penyimpanan tertutup adalah cara yang paling baik, terlebih jika diikuti dengan pengaturan suhu dan kelembaban karena benih sorgum cepat sekali kehilangan viabilitasnya jika penyimpanannya kurang baik.

II. Teknologi Produksi

2.1. Pemilihan jenis dan kultivar sorgum yang sesuai

Diperlukan adanya penyesuaian kondisi lingkungan dengan jenis/ varietas sorgum yang akan dibudidayakan. Warna biji sorgum ada yang putih, krem, coklat, kuning dan keabu-abuan. Warna biji coklat biasanya rasanya sepat dan kurang enak untuk dikonsumsi. Umumnya hama burung tidak menyukai sorgum dengan warna biji coklat. Ada dua hal yang harus diperhatikan sebelum menanam sorgum:

1) Untuk memaksimalkan hasil sorgum, sebaiknya diketahui terlebih dahulu jenis sorgum yang akan ditanam. Untuk tujuan konsumsi manusia (pangan) faktor rasa, warna, ukuran biji dan hasil tinggi harus menjadi tujuan utama dankultivar unggul sorgum biji putih (white sorghum) sangat sesuai untuk tujuan tersebut. Beberapa kultivar unggul sorgum biji tersaji di Tabel 1 dan 2. Sebaliknya untuk hasil maksimal sebagai pakan ternak atau produksi ethanol, sorgum manis (sweet sorghum) lebih menguntungkan untuk ditanam.

2) Waktu tanam. Hasil sorgum (biji, bagas atau kandungan gula) dapat dimaksimalkan dengan memperhatikan waktu tanam. Pada daerah kering dimana ketersediaan air sangat terbatas dapat menggunakan varietas-varietas berumur genjah (Tabel 1) terutama untuk pertanaman pada musim kering 2 (MK 2).

Penggolongan tanaman sorghum yang umum digunakan dan di tanam di Indonesia adalah:

· Sorgum biji (grain sorghum).

Karakteristik utama: batang kering sampai agak basah tetapi tidak manis, batang lebih pendek (75 cm – 150 cm), biji lebih banyak dan kompak, warna biji ada yang coklat sampai putih (white sorghum).

Pemanfaatannya: paling cocok untuk pangan, digunakan sebagai bahan makanan seperti tape, tenteng dan popsorgum, ditepung untuk bahan dasar kue, sebagai media yang baik untuk pertumbuhan jamur dan sebagai pakan ternak.

· Sorgum manis/ sorgo/ cane (sweet sorghum) (Race bicolor).

Karakteristik: batang mengandung cairan/ getah manis,tinggi berkisar dari 1.5 – 3 m, tipe malai terbuka sampai agak kompak, biji sering rasanya pahit, tidak cocok untuk dikonsumsi.

Pemanfaatannya: cocok untuk digunakan sebagai pakan ternak (dibuat silase) dan bahan baku industri etanol (dari cairan sirupnya dan bagasnya)

Broomcorn (dikenal di Indonesia sebagai hermada).

Karakteristik: tanaman tinggi (1 – 4 m), batang kering dan berkayu, malai bercabang dan berserat dapat mencapai panjang 30 – 90 cm, biji kecil dan sedikit, sekam berduri, hijauannya/ daun sedikit.

Pemanfaatannya: tidak cocok untuk pangan dan digunakan sebagai bahan baku untuk membuat sapu terutama untuk diekpor ke Jepang.

Selain pemilihan jenis sorgum yang tepat sesuai peruntukannya, juga perlu pemilihan kultivar yang tepat. Meskipun secara umum sorgum adalah tanaman yang tahan kekeringan dan dapat tumbuh baik pada tanah-tanah marginal, namun pada kondisi lingkungan yang optimal hasil panennya akan meningkat secara nyata.

Universitas Padjadjaran telah mengembangkan beberapa varietas sorgum yang spesifik lingkungan guna mengoptimalkan hasil sorgum persatuan luasnya. Beberapa kultivar dan varietas yang telah dikembangkan dengan sifat-sifat utama tersaji dalam Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Varietas Sorgum Yang Dikembangkan Laboratorium Pemuliaan Tanaman Universitas Padjadjaran (Unpad) Dengan Sifat-sifat Penting


Varietas
Sifat-sifat Penting
Keterangan
Umur
Tinggi Tanaman
Warna biji
AZ Unpad1-1
Sedang
Pendek
Putih bening
Baik ditanam pada MH dan MK1
AZ Unpad2-1
Genjah
Sedang
Putih kapur
Baik ditanam pada MK2
AZ Unpad2-2
Sedang
Pendek
Putih kapur
Baik ditanam pada MK2
AZ Unpad-3
Genjah
Pendek
Putih kapur
Berbunga pada 40 hari, baik ditanam pada MK1 dan MK2
SS Unpad-1
Sedang
Tinggi
Coklat
Sorgum manis, baik di tanam pada MK 1 dan MK 2
Ket: AZ=sorgum biji; SS=sorgum manis
Tabel 2. Varietas Sorghum Unggul yang Telah Dilepas di Indonesia
Varietas
Tahun dilepas/ dianjurkan
Sifat-sifat Penting
Umur
Tinggi Tanaman
Warna biji
Katenyu
1958
Dalam
Tinggi
Putih bening
No.6c
1972
Dalam
Tinggi
Coklat
UPCA-S1
1972
Dalam
Sedang
Putih kapur
UPCA-S2
1972
Dalam
Tinggi
Coklat
KG4
1972
Sedang
Sedang
Putih kapur
Keris
1983
Genjah
Pendek
Putih kapur
Badik
1986
Genjah
Sedang
Putih kapur
Hegari genjah
1986
Genjah
Sedang
Putih kapur
Sangkur
1991
Sedang
Sedang
Coklat
Mandau
1991
Sedang
Sedang
Coklat
Numbu
2001
Dalam
-
Krem
Kawali
2001
Dalam
-
Krem
Sumber: Direktorat Serealia (2004)

2.2. Teknologi Budidaya Sorgum

2.2.1. Persiapan Tanam

Meskipun budidaya sorgum secara umum sangat mudah dan sorgum lebih mudah tumbuh dibanding tanaman lainnya, tetapi untuk mengoptimalkan hasil dan secara usaha tani bisa lebih menguntungkan, maka diperlukan teknologi budidaya/ Pengeloaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) yang tepat. Pada prinsipnya sorgum dapat tumbuh pada semua jenis tanah, bahkan di tanah yang kurang subur atau minim pasokan air, tanaman sorgum masih dapat tumbuh. Semua tanah yang sesuai untuk pertanaman jagung, juga dapat digunakan untuk pertanamanan sorgum. Hal yang perlu perhatian dalam persiapan adalah menentukan waktu tanam. Prinsipnya sorgum untuk diambil bijinya, sebaiknya waktu panen bukan pada musim penghujan. Hal penting lain yang harus diperhatikan dalam persiapan lahan tanam adalahi:

a) Ketinggian tempat optimum untuk pertanaman sorgum kurang lebih 0 – 500 dpl. Semakin tinggi tempat pertanaman akan semakin memperlambat waktu berbunga dari tanaman sorgum. Temperatur 25oC – 27oC adalah suhu terbaik untuk perkecambahan biji sorgum, sedangkan untuk pertumbuhannya perlu suhu sekitar 23oC – 30oC;

b) Hindari pemakaian tanah yang masam dengan kandungan Al, Fe maupun Mg yang tinggi, seperti tanah podzolik merah kuning, karena sorgum tidak tahan tanah masam. pH optimum tanah untuk pertumbuhannya sekitar 6.0 – 7.5.

c) Memperhatikan tekstur tanah. Untuk lahan beririgasi dengan kelembaban tinggi biasanya tekstur tanahnya sedang sampai berat dan perlu dilakukan pencangkulan pada baris-baris yang akan disgunakan sebagai lubang tanam. Tetapi untuk tanah yang berstektur sedang sampai ringan, pengolahan lahan dapat dilakukan seminimum mungkin tanpa mengurangi hasil. Secara umum hasil akan meningkat sekitar 20% – 30% bila dilakukan pengolahan tanah sempurna untuk tanah yang berstektur sedang sampai berat.

2.2.2. Penanaman

a) Pengairan. Sorgum tanaman yang tahan kering, sehingga pengairan bukan masalah yang utama dalam pertanaman sorgum. Kebutuhan akan air yang paling banyak hanya diperlukan pada awal-awal pertumbuhan (1 – 2 minggu setelah tanam). Adapun periode kritis tanaman sorgum adalah pada masa perkecambahan, berbunga dan waktu pengisian biji. Pada kondisi ketersediaan air sangat terbatas pada waktu tanam, guludan atau larikan-larikan untuk lubang tanam sebaiknya disiram terlebih dahulu sebelum tanam sampai cukup basah (20 – 50 cm). Kondisi kelembaban tanah di jaga terus sampai perkecambahan. Penyiraman dapat dilakukan selang 2 – 3 hari sekali bila sama sekali tidak turun hujan pada awal pertumbuhan. Air dalam tanah sampai kedalaman kurang lebih 2.5 cm, maksimum dapat memenuhi kebutuhan air selama 3 – 4 hari bagi tanaman sorgum pada periode pembentukan biji.

b) Pengolahan tanah dan penanaman

· Bisa dilakukan minimum tillage dengan mongolah tanah pada barisan tanam saja. Pengolahan tanah sebaiknya 1 – 2 minggu sebelum tanam.

· Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan jarak tanam adalah: i) jenis/varietas sorgum yang akan ditanam; ii) ketersediaan air dan kesuburan lahan; iii) tujuan pemanfaatan dari tanaman sorgum; iv) pola tanam.

Dari dua hasil penelitian jarak tanam pada sorgum, peningkatan populasi tanaman per ha telah dapat meningkatkan hasil biji sorgum. Secara umum lubang tanam sorgum dibuat pada jarak 70 cm x 20 cm dengan dua tanaman per lubang tanam atau 70 cm x 10 cm dengan satu tanaman per lubang tanam. Hasil biji sorgum telah meningkat 1.5 kali pada jarak tanam 70cm x 10cm. Untuk lahan beririgasi baik jarak tanam dapat dibuat sekitar 50 cm x 30 cm. Untuk tanah yang kurang subur dan tidak beririgasi, sebaiknya digunakan jarak tanam yang lebih lebar (75 cm x 25 cm) atau populasi tanaman dikurangi per ha. Populasi optimum untuk jarak antar baris tanam 70 cm dengan 1 – 2 tanaman/ lubang sekitar 142.857 – 285.714 tanaman/ ha.

Kebutuhan biji per Ha secara umum ditentukan oleh komponen: (i) luas lahan yang akan ditanami, (ii) jarak tanam, (iii) jumlah biji per lubang tanam, (iii) persen daya kecambah benih, (iV) persen benih yang tumbuh, dan (v) bobot benih per 1000 biji (gram). Untuk tanah dengan kondisi air kurang, sebaiknya ditanam lebih banyak biji per lubang tanamnya, untuk menghindari biji yang tidak tumbuh karena lingkungan yang tidak optimal. Umumnya perbedaan persentase perkecambahan di laboratorium dan lapangan biasanya berkisar sekitar 30% – 50% pada kondisi viabilitas benih sangat baik. Untuk jarak tanam 70cm x 20cm dengan ukuran biji sedang, membutuhkan biji sekitar ± 5 – 7 kg/Ha.

· Biji ditanam dengan cara ditugal dengan 3 – 4 biji per lubang tanamnya. Setelah tanaman berumur 3 minggu bisa dilakukan penjarangan dengan menyisakan 2 – 3 tanaman per lubang tanamnya.

c) Pemupukan. Meskipun sorgum dapat tumbuh pada lahan kurang subur, namun tanaman sorgum sangat tanggap terhadap pemberian pupuk kandang dan pupuk nitrogen. Respon terbesar kedua adalah pada pemumupukan fosfor dan yang ketiga adalah pada pemupukan kalium. Dosis pemupukan tergantung dari tingkat kesuburan lahan, namun demikian secara umum dosis yang dapat dipakai untuk lahan irigasi adalah 100 – 180 kg Nitrogen, 45 – 70 kg P2O5 dan K2O. Pemerintah menganjurkan penggunaan 200 kg Urea, 100 kg SP-36 dan 50 kg KCl. Pupuk urea diberikan dua kali yaitu 1/3 pada waktu tanam bersamaan dengan SP-36 dan KCl, sisanya 2/3 pupuk Urea diberikan setelah tanaman berumur satu bulan. Pupuk diberikan dengan cara dibuat larikan sejauh ± 7-15 cm sebelah kanan dan kiri dari lubang tanam. Urea dan SP-36 dimasukkan dalam satu lubang, sedangkan KCl pada lubang yang lainnya. Penambahan pupuk kandang sebanyak 5 ton/ha telah meningkatkan hasil biji sorgum.

d) Penyiangan dan Pembumbunan. Penyiangan hanya perlu dilakukan pada awal pertanaman saja dan setelah tanaman cukup besar, penyiangan bisa tidak dilakukan.

e) Pengendalian Hama dan Penyakit. Dilakukan terutama pada hama dan penyakit penting pada sorgum. Hama penting yang kemungkinan dapat menyerang pada pertanaman sorgum dan pengendaliannya adalah :

· Valanga sp. (belalang) yang menggerek daun, dan hama Aphid yang menyerang daun bendera saat pembentukan malai. Adapun pengendalian hama-hama ini dilakukan dengan penyemprotan insektisida Curacron dengan konsentrasi 2 ml.L-1.

· Hama lainnya adalah burung yang menyerang malai yang sudah terbentuk biji. Serangan hama ini berpengaruh besar terhadap pengurangan hasil tanaman sorgum. Pengendalian hama burung dilakukan dengan cara menutup barisan tanaman dengan kain saring yang dilekatkan pada bambu atau dengan cara tradisional membuat oran-orangan.

Penyakit penting pada sorgum dengan pengendaliannya adalah :

· Bercak daun Cereospom yang disebabkan oleh jamur Cercospora sorghidengan gejala berupa bercak-bercak pada daun-daun tua yang meluas ke atas kemudian memanjang terbatasi oleh tulangtulang;

· Penyakit hawar daun disebabkan oleh jamur dengan gejala penyakit yaitu terdapat bercak-bercak jorong yang memanjang, membentuk bercak kering yang cukup besar, jika menyerang biji akan terlihat kering dan berwarna merah kehitam-hitaman.

· Antraknos yang disebabkan oleh jamur C falcatum dengan gejala berupa bercak-bercak kecil berwarna kehitaman dengan bintik kuning pada tepi daun. Infeksi penyakit ini juga menjalar pada malai yang menyebabkan biji-biji sorghum menjadi busuk, berwarna hitam dan berkecambah sebelum waktunya.

2.3. Panen dan Pascapanen

2.3.1. Panen

Biji sorgum bisa dipanen bila telah keras dengan memotong malainya, biasanya ± 45 hari setelah bakal biji terbentuk. Biji mudah dirontokkan dari malai bila kandungan airnya telah mencapai ±25% – 30%. Curah hujan yang tinggi pada saat tanaman siap panen dapat menyebabkan biji berkecambah di lapangan.

Untuk budidaya ratoon, setelah malai dipanen, tanaman dipotong dengan meninggalkan satu buku (15cm – 20cm dari permukaan tanah). Dipilih 2 sampai 3 tunas baru yang keluar untuk terus ditumbuhkan. Tunas yang lainnya dibuang. Setelah tunas mencapai ukuran 20cm, tanah sekitar tunas digemburkan dan dilakukan pemupukan dengan pupuk NPK sebanyak 200 kg/ha. Tanaman dari ratoon jika dipelihara dengan baik dapat menghasilkan jumlah biji seperti induknya. Ratoon bisa dilakukan sampai dua kali dan jika hasilnya sudah menurun sebaiknya tanaman dibongkar dan menanam kembali dari biji.

2.3.2. Pascapanen

a) Pengeringan. Biasanya pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran selama ± 60 jam hingga kadar air biji mencapai 10% – 12%. Kriteria untuk mengetahui tingkat kekeringan biji biasanya dengan cara menggigit bijinya. Bila bersuara berarti biji tersebut telah kering.

b) Perontokan. Perontokan secara tradisionil dilakukan dengan pemukul kayu dan dikerjakan di atas lantai atau karung goni. Pemukulan dilakukan terus menerus hingga biji lepas. Setelah itu dilakukan penampian untuk memisahkan kotoran yang terdiri dari daun, ranting, debu, atau kotoran lainnya. Kadar air tidak boleh lebih dari 10% – 12% untuk mencegah pertumbuhan jamur.

3) Penyimpanan. Biji yang telah bersih dan kering dapat disimpan dalam kaleng yang kemudian ditutup rapat sehingga kedap udara. Bila biji disimpan dalam ruangan khusus penyimpanan (gudang), maka tinggi gudang harus sama dengan lebarnya supaya kondensasi uap air dalam gudang tidak mudah timbul. Dinding gudang sebaiknya terbuat dari bahan yang padat sehingga perubahan suhu yang terjadi pada biji dapat dikurangi. Tidak dianjurkan ruang penyimpanan dari bahan besi, karena sangat peka terhadap perubahan suhu. Permasalahan utama penyimpanan biji di gudang adalah serangan hama kutu (hama gudang). Hama ini dapat dicegah dengan fumigasi.

III. Teknologi Pengolahan Hasil Sorgum

3.1. Penyosohan biji sorgum

Penyosohan biji sorgum dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu penyosohan secara tradisional, penyosohan dengan mesin penyosoh tipe abrasif serta penyosohan alkalis.

a) Penyosohan dengan metode mekanis. Penyosohan biji sorgum varietas AZU1-1 (AZ Unpad) dengan mesin penyosoh beras tipe abrasive selama 2 menit memberikan hasil terbaik (rendemen 82.81%, biji utuh 98.04%, biji pecah 1.96%). Penyosohan selama 2 menit juga memberikan kualitas tepung yang baik dengan tingkat kecerahan (putih) yang menyerupai tepung terigu.

Penyosohan dengan metode alkalis. Penyosohan alkalis memberikan beberapa keuntungan antara lain menghasilkan rendemen lebih besar dibandingkan penyosohan secara tradisional khususnya untuk jenis sorgum dengan kandungan tanin tinggi yang kurang efektif disosoh secara tradisional maupun menggunakan mesin penyosoh. Penyosohan menggunakan larutan NaOH 10 % selama 10 menit menghasilkan biji sorgum sosoh dengan efisiensi penyosohan (Deff) terbaik yaitu 68,67% b.k, kadar serat kasar 0,78 % b.k, serta rendemen sebesar 64,28 (% b.k). Biji sorgum sosoh yang dihasilkan berwarna kuning cerah serta kadar air sebesar 9,87 % b.k dan pH akhir biji sorgum sosoh 6,74.

3.2. Penepungan dengan cara dry mill

Penepungan dapat dilakukan dengan Hammer mill dengan sebelumnya diberi perlakuan pengeringan. Pengeringan dengan oven 120oC selama 10 atau 20 menit dan pengayakan dengan menggunakan ukuran saringan 40 mesh menghasilkan rendemen tertinggi. Untuk mendapatkan karakteristik tepung terbaik sebaiknya dikeringkan selama 20 menit dan menggunakan saringan 100 mesh.

3.3. Pengolahan tepung sorgum

3.3.1. Substitusi tepung terigu pada pembuatan roti

Dalam pembuatan roti, imbangan 80% tepung terigu dan 20% tepung sorgum dengan metode pembuatan roti straight process cara Lange dihasilkan roti tawar dengan karakteristik baik dan disukai. Nilai kesukaan terhadap roti tawar campuran tepung terigu dan tepung sorgum adalah untuk penampakan keseluruhan 3,7 (biasa sampai agak suka); warna crust 3,4 (biasa sampai agak suka); warna crumb 4,0 (agak suka); keseragaman pori 4,0 (agak suka); aroma 3,5 (biasa sampai agak suka); keempukan dengan ditekan 3,8 (biasa sampai agak suka); keempukan dengan digigit 4,0 (agak suka) dan rasa 3,7 (biasa sampai agak suka), pengembangan volume roti tawar sebesar 272,17 % dan kadar air bagiancrust 23,52%, bagian crumb dekat crust 34,21%, serta bagian crumb 53,93%.

3.3.2. Imbangan tepung sorgum dengan tepung ketan dalam pembuatan Opak

Dalam pembuatan Opak sorgum, imbangan terbaik antara tepung sorgum dan tepung ketan diperoleh pada substitusi tepung sorgum 50% (50:50) karena memiliki tingkat pengembangan paling tinggi dan menghasilkan nilai kesukaan sifat permukaan, citarasa dan kerenyahan paling baik. Pada imbangan tersebut, Opak yang disangan memiliki karakteristik inderawi (warna dan pengembangan) lebih baik dibandingkan dengan opak yang dipanggang.

Opak yang dihasilkan tidak memiliki pengembangan yang merata, sehingga tekstur permukaan opak matang tampak seolah-olah ada gelembung-gelembungnya.

3.3.3. Substitusi tepung terigu pada pembuatan Stik Bawang

Untuk pembuatan makanan ringan stik bawang, imbangan tepung sorgum dan tepung terigu sebesar 60:40 menghasilkan karakteristik adonan yang baik, dan merupakan imbangan yang paling disukai yang meliputi citarasa, kehalusan permukaan, aroma, kerenyahan, dan kenampakan keseluruhan. Rata-rata konsumen/ panelis dalam penelitian memperlihatkan tingkat kesukaan dari biasa sampai suka.

3.3.4. Imbangan tepung sorgum dan tepung tapioka dalam pembuatan Krupuk

Untuk pembuatan krupuk sorgum, imbangan terbaik antara tepung sorgum dan tepung tapioka adalah sebanyak 50:50. Hasil krupuk rata-rata disukai sampai sangat suka oleh para konsumen/ panelis. Penambahan imbangan tepung sorgum sampai 60% telah meningkatkan kerenyahan dan citarasa dari krupuk yang dihasilkan. Namun demikian penampakan krupuknya menjadi kurang menarik dan berwarna agak coklat. Hal ini bisa diatasi dengan penambahan pewarna makanan pada adonan krupuk.

Sumber : http://anaszu.wordpress.com/penelitian-sorgum/teknologi-bertanam-sorgum/

Tentang Penulis
Anas, Ir., Msc., Ph.D.

want to see me click here
need my CV click Curriculum Vitae
Research interest
  • Plant Genetic Resources and Population Genetic 
  • Pedigree Analysis 
  • Breeding for Abiotic Stress 
Office
Plant Breeding Laboratory, Faculty of Agriculture Padjadjaran University Bandung – Indonesia
Jl. Raya Bandung – Sumedang Km.21, Kampus Jatinangor, Bandung 40600.
Tel. +62-22-7796316 / 20, Fax +62-22-7796316, e-mail:anasyayak@yahoo.com


kickdahlan.wordpress.com

No comments:

Post a Comment